by admin|| 04 Juli 2015 || 7.167 kali
Memasuki ruang utama Masjid Soko Tunggal Kraton Yogyakarta para jamaah akan melihat arsitektur masjid ini dengan didominasi tiang penyangga besar yang biasa disebut Soko Tunggal. Dari tiang penyangga besar ini terdapat empat batang saka bentung dan satu batang soko guru, jika dijumlah terdapat 5 buah.
Empat batang saka bentung dan satu saka batang soko guru adalah perlamband dari Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan Soko Guru yang memusat menjadi poros dari jari-jari payung yang disebut peniung. Hal ini merupakan filosofis kewibawaan negara yang melindungi rakyatnya.
Kayu yang digunakan untuk Soko guru adalah kayu jati yang didatangkan dari daerah Cepu Jawa Tengah dengan ukuran 50 cm x 50 cm dengan usia 150 tahun pada masa pembangunan Masjid Soko Tunggal Kraton Yogyakarta Tiang peyangga Masjid Soko Tunggal Kraton Yogyakarta disangga dengan umpak (batu peyangga tiang) yang didatangkan dari Pleret Bantul yang pernah menjadi petilasan Sultan Agung Hanyokrokusuma yang dahulu berkedudukan di Pleret Bantul.
Kita juga akan menemukan beragam ukir-ukiran. Ukiran ini selain dimaksudkan untuk menambah keindahan dan kewibawaaan, juga mengandung makna dan maksud tertentu. Ukiran Probo, berarti bumi, tanah, kewibawaan. Ukiran Saton, berarti menyendiri, sawiji. Sorot berarti sinar cahaya matahari. Tlacapan berarti panggah, tabah dan tangguh. Ceplok-ceplok berarti pemberantas angkara murka. Ukiran Mirong berarti maejan. Bahwa semuanya kelak pasti dipanggil oleh Allah. Ukiran tetesan embun diantara daun dan bunga yang terdapat di balok uleng. Maksudnya, siapa yang salat di masjid ini semoga dapat anugerah Tuhan Allah.
Dari aspek rancang bangun, Masjid Soko Tunggal Kraton Yogyakarta juga mengandung makna filosofi yang mendalam. Di bagian rancang bangun masjid ini terdapat bagian yang berbentuk bahu dayung, hal ini sebagai simbol, orang-orang yang mendirikan shalat di masjid ini Inshaa Allah akan menjadi orang yang kuat dalam menghadali angkara murka, godaan dunia yang datang dari empat penjuru mata angin dan lima pancer.
Santen, adalah simbolisme dari kejujuran, Uleng, artinya wibawa, Sunduk memiliki arti menjalar untuk mencapai tujuan. Singup, artinya keramat, Bandoga, hiasan pepohonan dan tempat harta karun, dan Tawonan berarti gana, manis dan penuh.
Rangka-rangka masjid yang dibentuk sedemikian rupa juga memiliki makna. Soko brunjung simbol dari ikhtiar atau daya upaya mencapai keluhuran wibawa melalui lambang tawonan. Sirah godo, simbolisme kesempurnaan senjata yang ampuh, yaitu kesempurnaan jasmani dan rokhani. Dudur adalah simbolisme kearah keinginan dalam kesempurnaan hidup melalui lambang gonjo, dan Mustoko melambangkan keluhuran dan kewibawaan.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...