Wayang golek tampilan baru: Menggebrak, dan menghapus jejak tabu masa silam

by admin|| 20 Agustus 2018 || 7.642 kali

...

Wayang golek dulu masih terselimuti tabu. Orang yang nanggep atau mementaskan wayang golek dan punya kerja, dianggap mengakibatkan melarat. Trisno, yang sejak kecil menggemari wayang golek, dan telah menekuni wayang golek, ingin menepis anggapan itu bahwa tidak ada yang demikian.

Wayang golek dimainkan pada panggung yang berbeda dengan wayang kulit. Karena itu, dibuat pertunjukan gabungan, yang terdapat drama, dan kolosal juga, meskipun ada pula unsur, seperti pada wayang tradisional.

Membuat karya besar, seperti pertunjukan wayang, perlu latihan, kekompakan, dalam memainkan wayang, juga berdialognya, digunakan pengisi suara, karena yang menggerakkan wayang di panggung, tidak berbicara.

Pertunjukannya menggabungkan pakeliran wayang golek tradisi dengan wayang boneka, pada panggung yang bisa bergerak-gerak, agar bisa tetap menarik. Selain dimainkan sejumlah dalang sekaligus, ditampilkan pula adegan yang hanya dimainkan satu dalang, seperti pada wayang golek tradisi.

Musik pengiring wayang golek dibuat baru. Untuk hal ini, Trisno bekerja sama dengan Widodo, S.Sn., M.Sn., dari jurusan karawitan. Musik tradisional digabungkan dengan musik bukan tradisional. Suara klarinet, simbal, gitar, biola, dan lain-lain, beriringan seirama dengan suara gamelan yang tetap bisa didengarkan.

Persiapan pertunjukan dilakukan selama empat bulan, dari menulis naskah, mengumpulkan pengisi suara. Meskipun punya peran yang cukup banyak dalam pembuatan dan pertunjukan wayang golek baru (perpaduan dengan wayang boneka), Trisno tidak bisa melakukan semuanya sendirian, apalagi harus segera disiapkan untuk dipentaskan.

Terkait dengan pertunjukannya, Trisno bekerja sama dengan kawan-kawannya pada program studi teater, ISI Surakarta, untuk pengisian suara dan pementasannya. Sedangkan Gendut dan Pak Dipo membantu penyutradaraan. Selain menulis naskah dan mempertunjukkan karyanya, Trisno juga mengawasi jalannya latihan, sehingga perlu dibantu asisten sutradara dan pelatih gerak (dalang wayang golek dari Pekalongan dipilih sebagai pelatih gerak).

Pada pertunjukannya, dimainkan seperti pergerakan kamera. Wayang yang besar ditampilkan ketika perlu tampak dekat (close up), dan yang kecil, tampak jauh, untuk ambilan long shot. Selain itu, tekniknya pun berbeda.

Teknik permainan boneka dengan tangan, sehingga kepala bisa diputar-putar, dan bisa digerakkan menengadah, juga menunduk. Ini digunakan untuk tampilan close up. Sedangkan teknik sogol, seperti pada wayang sebelumnya, kepala hanya bisa ke kanan dan ke kiri.

Wayang golek yang digunakan pada pertunjukan itu, dibuat berongga pada kepala dan badannya. Cara membuatnya, dicetak Trisno dengan mempergunakan sebongkah sterofom (gabus), yang dibungkus dengan kertas bekas pembungkus semen dan lem. Hasilnya, wayang ini ringan, dan tahan banting, sehingga wayang bisa digerakkan dengan leluasa.

Riasan wayang diubah, mengacu pada ketoprak dan wayang orang. Kemudian diperbarui dengan menggunakan perca (sisa potongan kain) yang ditempelkan pada busananya. Busana wayang golek tradisional sudah lekat dengan kayunya, dari kepala lengkap dengan busananya.

Keberhasilan Trisno Santoso, menggelar wayang golek perbaruan (modern), disambut baik oleh Ki Edi Suwanda, seniman pedalangan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sayangnya, ungkap Ki Edi, penerus dalang wayang golek dan penontonnya di DIY, sangat memrihatinkan. Meskipun demikian, untuk yang akan datang, DIY pun telah mempersiapkan diri. Ki Edi pun beryukur, karena Dinas Kebudayaan DIY mendukung rencana itu.

Diungkap Trisno Santoso, S.Kar., M.Sn., yang juga doktor dari ISI Surakarta, dan sering dipercaya sebagai juri wayang tingkat regional dan nasional, bahwa wayang masih bisa dikembangkan. Masih terbuka lebar kesempatan untuk itu, sesuai dengan keinginan senimannya. Tidak ada aturan bahwa dalang harus satu, boleh dengan beberapa dalang. Ada panggung yang (dalangnya) berdiri, dan ada juga panggung seperti pada pertunjukan biasanya.(hen/ppsf)

 

Berita Terpopuler


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta