Jembatan Mbeling, Kreativitas Konstruksi Tanpa Pilar Peyangga

by admin|| 15 Januari 2016 || 7.884 kali

...

SENTOLO, SALAMGOWES.COM – Dunia informasi yang berkembang begitu pesatnya menjadi anti tesis ungkapan lama, bahwa dunia tidak selebar daun kelor. Sekarang ini dunia bagaikan dalam genggaman tangan, sentuhan-sentuhan kecil papan tulis pc hingga gadget mampu menembus ruang, jarak, dan waktu hingga lintas benua. Informasi menjadi cepat menyebar dalam hitungan detik, ratusan hingga jutaan orang pada saat yang bersamaan langsung mengetahuinya.

 

Hal ini pun terjadi pada diri saya sendiri, melalui media sosial saya banyak mendapatkan informasi dari berbagai varian kehidupan, ekonomi, agama, politik, sosial, sepakbola, dan tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi. Berkat media sosial dalam satu bulan intensitas kunjungan saya ke tempat-tempat yang menarik tersebut bisa mencapai empat kali dalam sebulan.

Tujuan saya kali ini adalah jembatan rel kereta api yang melintasi kali Progo di perbatasan kecamatan Moyudan Sleman dengan kecamatan Sentolo Kulon Progo, yakni jembatan Mbeling, jembatan rel kereta api double track dengan konstruksi besi baja yang memiliki keunikan.

Perjalanan kali ini saya berimprovisasi penuh keyakinan, dan berharap pada kebaikan Allah SWT mempertemukan dengan orang-orang baik yang menjadi penunjuk jalan menuju Jembatan Mbeling. Titik start dimulai dari jalan Wates perempatan Pelem Gurih hingga kilometer banyak, saya belok kanan, setelah itu saya terus berjalan ke arah barat mengikuti jalan aspal yang saya lalui. Akhirnya kebingungan pun terjadi, asal mblusuk saya mendapati jalanan yang menurun hingga mendapati jalur kereta api, tak disangka kedua mata saya memandang jembatan Mbeling yang menjadi tujuan saya.

Upload_JembatanMbeling_031

Lintasan kereta api tanpa penjagaan, bagi siapa saja yang melintas harus memaksimalkan kehati-hatian

Konstruksi Jembatan
Perlahan namun pasti, saya mengayuh sepeda di samping rel melewati jalan berkerikil, kurang lebih 250 kayuhan akhirnya sampai juga di Jembatan Mbeling. Menyandarkan sepeda pada salah satu bantalan jembatan Mbeling, saya duduk sejenak mengatur nafas dan mengambil satu buah botol air putih untuk menghapus dahaga yang di kerongkongan saya.

Lima menit setelah menghela nafas, saya mengeluarkan kamera untuk mengambil gambar jembatan Mbeling. Setelah satu jepretan saya melihat hasilnya melalui layar di kamera tersebut, decak kagum terhadap konstruksi jembatan ini membuat saya begitu antusias untuk memotret sebanyak mungkin.

Upload_JembatanMbeling_026

Jembatan Mbeling menjadi salah satu spot fotografi di DIY, namun sayang banyak perilaku vandal melakukan corat-coret di jembatan ini.

Membaca informasi dari beberapa blog dan forum di dunia maya, jembatan Mbeling lama memiliki konstruksi yang unik, dan hanya ada dua di dunia. Yang satu di Belanda sudah tidak difungiskan, dan satunya lagi berada di wilayah kabupaten Kulon Progo DIY. Jembatan rel kereta api dengan panjang 96 meter sudah beroperasi sejak tahun 1957 hingga sekaran ini, dan mampu menahan beban berat tekanan kereta api dengan bobot 20 ton, dan berkecepatan 100 km/jam.

Jembatan Mbeling lama memiliki keistimewaan, yaitu tidak memiliki pilar penyangga di tengah-tengah jembatan. Kekuatan konstruksi jembatan tersebut tertumpu pada rol yang terletak di bawah jembatan. Konstruksi yang disebut Bijlaard Bent ini dipilih oleh pihak Staatsspoorwegen (SS) pada tahun 1930 dengan alasan arus sungai Progo yang deras sehingga lebih aman karena penyangganya berada di kedua sisi jembatan. Hebatnya lagi, jembatan ini dibuat menggunakan rangka baja kelas tinggi (fero). Sejarah pembangunan jembatan Mbeling lama ini di desain oleh CD Maussart dan dikerjakan pada hari yang sama oleh CHJ Deighton dan disetujui oleh Ir Jansen. Jembatan Mbeling Baru, menggunakan konstruksi yang berbeda, pemakaian tiang penyangga di tengah jembatan. Pembangunan dimulai ketika PT KAI mengadakan proyek rel ganda jurusan jalur kereta api Kutoarjo-Purwosari.

Upload_JembatanMbeling_019

Jembatan Mbeling lama, dan baru saling berdampingan satu kata satu tujuan demi kelancaran tugas sang kereta api.

Perjalanan Pulang
Matahari yang meninggi memaksa saya untuk mengakhiri sesi foto jembatan Mbeling. Saya lebih memilih menyusuri jalan setapak yang berada di pinggir rel ganda tersebut. Kayuhan yang berat diakibatkan jalanan yang dipenuhi batu kerikil memaksa saya untuk mengeluarkan tenaga lebih dibandingkan melalui jalan aspal yang halus. Kurang lebih 15 menit, akhirnya saya sampai ke ruas jalan Moyudan – Godean. Di ruas jalan ini saya hanya bertahan kurang lebih 1 kilometer dikarenakan godaan untuk berimprovisasi mencari jalan mblusuk lebih kuat.

Pilihan jalan alternatif tersebut memang bukanlah hal yang mudah, beberapa kali saya mendapati jalan buntu kemudin berbalik arah di tempat semula. Setelah mengalami dua kali salah jalan akhirnya saya menemukan jalan kampung yang memangkas jarak lumayan banyak dari jalan yang utama.

Upload_JembatanMbeling_025

Inilah jalan tembus yang memangkas jarak. Jalan ini menjadi plihan utama warga sekitar untuk ke arah Sedayu, dan Godean.

Sepanjang perjalanan pulang saya melewati kawasan pertanian dengan lahan yang luas, mayoritas kesibukan para petani sedang mengolah lahannya menggunakan traktor sebagai proses awal musim tanam. Pemandangan kering kerontang menghiasi mata saya dalam perjalanan ke Godean.

Memasuki wilayah Sidomulyo Godean saya sempat berhenti sebentar memotret para petani tebu sedang mengolah lahannya dan beberapa lainnya sedang mempersiapkan pupuk untuk ditabur ke tanah.

Upload_JembatanMbeling_030

Kesibukan petani tebu mengolah lahannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Selama perjalanan pulang banyak hal yang menjadi perhatian saya mulai dari kondisi jalan, papan penunjuk arah, dan dua pohon beringin kembar versi Godean. Hal tersebut saya lakukan untuk menghindari salah jalan yang keempat kalinya. Sebelum pulang saya sempatkan mampir ke warung tahu guling Pak Yono. (aanardian/salamgowes.com)

Berita Terpopuler


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta