by admin|| 27 Februari 2019 || 1.569 kali
Dinas Kebudayaan bersama Werhkreis III, Komunitas Djokjakarta 1945, Museum Benteng, serta pelajar dan warga sekitar mengadakan Bersih-bersih Tetenger di Ngejaman, Kraton Yogyakarta tanggal 27 Februari 2019 dari pukul 07.30-10.00. Tetenger yang dimaksud adalah tempat bertemunya Sultan Hamengku Buwono IX dan Letkol Soeharto.
Kisah dibalik Tetenger
Dalam Film "Sebelum Serangan Fadjar" (Produksi Dinas Kebudayaan DIY) dikisahkan Sri Sultan HB IX ialah pengagas sebuah serangan yang dilakukan serentak dan terkoordinasi ini. Gagasan melakukan serangan dilandasi situasi tidak kondusif di Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota Republik Situasi itu diperparah propaganda Belanda di Dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada.
Menurut John Monfries, seorang ahli sejarah, pada pertengahan Februari 1949 HB IX langsung memanggil Jenderal Soedirman begitu mendengar pengumuman radio tentang sidang Dewan Keamanan PBB yang dijadwalkan berlangsung pada awal Maret. HB IX berencana menyampaikan idenya kepada Sudirman agar pasukannya menyerang Yogyakarta yang diduduki Belanda pada siang hari.
Namun Sudirman berhalangan hadir. Sebagai gantinya dia meminta HB IX untuk mengundang Soeharto, komandan wilayah Yogyakarta. Mereka membicarakan serangan balik yang besar dan Soeharto menggenapi rencana operasi serangan itu agar cepat dan efisien.
Pertemuan itulah untuk pertama kalinya HB IX bermuka-muka dengan Soeharto. Ide yang didiskusikan itu dilakukan pada 1 Maret 1949, tepat pukul 06:00 pagi hari. Serangan umum tentara itu ternyata memiliki dampak baik pada diplomasi delegasi Indonesia di sidang umum Dewan Keamanan PBB. Satu tanda bahwa Indonesia masih eksis dan pemerintahan berjalan sebagaimana adanya.
Peristiwa bersih-bersih tetenger ini merupakan usaha Dinas kebudayaan DIY untuk menyegarkan ingatan masyarakat terutama generasi muda, untuk terus menerus menyadari pentingnya peran Yogyakarta pada kedaulatan Republik Indonesia serta menumbuhkan semangat juang dan cinta tanah air.
Rangkaian Acara
Peristiwa hari ini merupakan awal dari rangkaian acara Dinas Kebudayaan dalam memperingati Serangan Umum 1 Maret berupa Jambore Kesejarahan (1,2 Maret 2019 di Hotel De Senopati), Pameran Alutsista (1-3 Maret 2019, Halaman Museum Benteng Vredeburg), Tirakatan (28 Februari 2019, Plaza SU 1 Maret), serta Defile dan Pawai Kebangsaan pada tanggal (3 Maret 2019, di titik 0 Kilometer). (VS)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...