by admin|| 10 April 2019 || 2.378 kali
Upacara adat babad dalan merupakan sumber daya unggulan desa budaya Giring, dari segi adat tradisi. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, upacara adat ini bermula dari cerita bahwa Ki Ageng Giring berebut wahyu degan gagak emprit dengan Ki Ageng Pemanahan.Dari sini, kemudian memunculkan tempat-tempat di Desa Giring yang dipercaya masyarakat, berasal dari rangkaian peristiwa tersebut.
Kala itu, wahyu degan gagak emprit didapat Ki Ageng Giring, dan dia bersiap untuk meminum degan, dengan bersuci di Kali Nyamat. Ketika wahyu degan diminum, Kali Nyamat yang digunakan bersuci diri Ki Ageng Giring ambleg atau amblong, karena Ki Ageng Giring gowang atine(khawatir).Sekarang, kali itu dikenal dengan nama Kali Gowang.
Ki Ageng Giring lari dari tempatnya bersuci. Dengan perasaan khawatir, dia tiba di suatu padang ilalalang. Sekarang, padang itu dinamakan Alas Kumitir. Akhirnya, Ki Ageng Giring sampai di dekat rumahnya, dan melihat Ki Ageng Pemanahan.
Seketika, Ki Ageng Giring berteriak, dan seketika itu pula ada pohon jati yang terbakar. Sekarang, tempat itu menjadi petilasan Jati Bengok. Ki Ageng Giring bertarung dengan Ki Ageng Pemanahan. Pada peristiwa itu, Ki Ageng Giring unggul, namun akhirnya terjadi perundingan pada batu yang saling berhadapan. Kemudian, Ki Ageng Pemanahan kembali, sedangkan Ki Ageng Giring moksa. Sekarang, petilasan berupa batu itu disebut Watu Jagong.
Setelah peristiwa tersebut, masyarakat lupa akan pepunden Ki Ageng Giring, sehingga terkena bebendu. Akhirnya ada perintah dari sesepuh untuk mencari dununge (keberadaan) Ki Ageng Giring. Kala itu masyarakat bergotong royong membabat alas tutuban, dan akhirnya ditemukan jubah, teken (tongkat), dan seonggok tulang belulang pada Jumat Kliwon, setelah panen padi. Sejak itulah upacara adat babad dalan selalu dilaksanakan masyarakat Desa Giring sebagai peringatan terhadap Ki Ageng Giring.
Dari dahulu, sampai dengan 2016, masyarakat beranggapan bahwa babad dalan dikemas dengan tidak boleh ada ramai-ramai.Pelaksanaannya dengan rangkaian yang sederhana. Pada Minggu Kliwon, kerja bakti alas tutuban. Rabu Wage, pengiriman mong mentah ke rumah kepala desa. Malam Jemuah (Jumat) Kliwon, diadakan tirakatan biasa, dan kenduri biasa. Setiap warga di tiga padukuhan sebelah utara (Kendal, Giring, dan Candi) mengirim mong matang untuk alas tutuban.
Pada 2017 dan 2018, babad dalan dikemas dalam dua hari, yaitu Kamis dan Jumat Kliwon, dengan pengemasan bahwa Kamis malam Jumat diadakan tirakatan dan sarasehan, dengan bahan budaya (pada 2017, busana adat gaya Yogyakarta, dan 2018, sejarah Desa Giring).
Jumatnya dilaksanakan kirab agung pusaka Ki Ageng Giring (tumbak udan arum, songsong sangga buwana, songsong tunggul naga, yang dikembalikan Sultan Hamengku Buwono Kesepuluh) dari gedong pusaka menuju tilas dalem Ki Ageng Giring. Kemudian dilaksanakan kenduri di tilas dalem dan sendang pitutur. Selanjutnya, pusaka dikirab kembali menuju balai Desa Giring, dan diadakan upacara adat babad dalan, serta berbagai macam gelar sumber daya budaya.
Sekarang, pada 2019 ini, upacara adat babad dalan dikemas dan dilaksanakan lebih baik lagi dengan dilaksanakan selama enam hari, dari Minggu sampai dengan Jumat (31 Maret sampai dengan 5 April 2019). Upacara adat yang dibuka pada hari Minggu tersebut, diisi dengan berbagai macam kegiatan, seperti pementasan 19 kelompok kesenian rakyat di Desa Giring, parade karawitan pada malam harinya, lomba permainan gobag sodor antar-padukuhan pada sore harinya, pameran makanan olahan asli Desa Giring, pameran kerajinan Desa Giring, macapatan masal pada malam Jemuah Kliwon (malam tirakatan), upacara adat babad dalan dan kirab pusaka, dan lain-lain.
Sesuai dengan perkembangan zaman, upacara adat babad dalan dikemas sedemikian rupa, dari segi estetis, lebih sakral, dan lebih guyub, sehingga waga Giring selalu memiliki rasa handarbeni terhadap upacara adat itu. Meskipun demikian, nilai aslinya, seperti hari pelaksanaan, uba rampe, sesaji, kenduri, dan kesakralannya, tetap dipertahankan.(hen/lembud)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...