Gelar Budaya Yogyakarta Sajikan Sendratari dan Wayang Wong

by admin|| 29 Juli 2016 || 16.775 kali

...

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Selama dua hari (26-27 Juli 2016) Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta menggelar acara Gelar Budaya Yogyakarta 2016. Perhelatan pameran produk budaya dan pentas kesenian rakyat diselenggarakan di kawasan Taman Budaya Yogyakarta, sementara di Kraton Yogyakarta sebagai rangkaian acara yang tidak terpisah ditampilkan Pentas Tari Catur Sagatra selama dua malam berturut-turut.

Pentas Tari Catur Sagatra dibuka secara resmi oleh Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwana X, Selasa (26/7) malam di Pagelaran Kraton Yogyakarta didampingi Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X dan Kepala Dinas Kebudayaan DIY Umar Priyono.

Pentas Tari Catur Sagatra menampilkan sendratari/beksan dari empat kraton Mataram. Pada Selasa (26/7) malam Kasultanan Yogyakarta menampilkan wayang wong gagrak Yogyakarta oleh Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Kridha Mardawa membawakan lakon Begawan Ciptoning Mintaraga dilanjutkan penampilan Drama Tari Topeng Kilapawarna oleh Kasunanan Surakarta.

Pada hari Rabu (27/7) Kadipaten Pura Mangkunegaran akan menampilkan Langendriyan Menakjingga Lena dilanjutkan penampilan Langen Beksan Rama Narpati dari Kadipaten Pura Pakualaman.

Langendriyan merupakan drama tari Jawa yang memfokuskan pada unsur tari dan unsur suara. Jika pementasan wayang orang/wong umumnya menggunakan dialog antawacana (percakapan biasa) dan kadang-kadang ada sedikit tembangnya, pada pementasan Langendriyan semua dialognya menggunakan tembang. Langendriyan di Surakarta pada mulanya tumbuh di Mangkunegaran pada zaman pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkunegoro IV (1853-1881).

Sementara beksan adalah tarian berpasangan yang berisi peperangan antara tokoh Ramayana dan Mahabharata. Beksan juga disebut Pethilan.

Wayang wong rasa Jogja dan Solo

Meskipun Yogyakarta dan Surakarta mengenal wayang orang/wong dalam pakem yang sama, namun ada beberapa perbedaan yang menjadi ciri khas keduanya. Ciri khas tersebut merupakan kembangan dalam pementasan tanpa keluar dari pakem yang ada. Dalam bahasa sederhana, masyarakat Yogyakarta lebih mengenal istilah wayang wong sementara di Solo lebih banyak digunakan istilah wayang orang.

Ditemui satuharapan.com di sela-sela pementasan Pentas Tari Catur Sagatra, Selasa (26/7) malam, Dimas Kusmahardhika penari dari Pusat Olah Seni Retno Aji Mataram menjelaskan beberapa ciri khas keduanya.

"Kalau secara fisik, wayang wong Yogyakarta itu (tariannya) cenderung tegas seperti kaku, ditekankan pada kekuatan gerak kaki sementara Solo lebih pada keindahan gerak. Lebih anggun dan kesannya glamour," jelas Dimas.

Dalam pementasan wayang orang gaya Solo banyak menekankan pada keindahan tari dilengkapi dengan tata panggung yang megah, dan kostum yang elegan. Penguasaan tari berikut improvisasi memegang peran penting dalam wayang orang gaya Solo sementara kostum dan panggung semakin menegaskan kemegahan pertunjukan wayang orang itu sendiri. Sebagai sebuah seni pertunjukan, wayang orang gaya Solo semisal Wayang Orang Sriwedari dalam format pertunjukan panggung yang lengkap terkesan megah dan glamour sementara wayang wong gagrag Yogyakarta tetap terkesan anggun meskipun dalam panggung yang sederhana.

"Untuk penggunaan dialog-dialek hampir sama, hanya yang gagrag Yogyakarta lebih banyak menggunakan krama inggil campuran (bahasa) Kawi. Tapi yang paling gampang itu melihat intonasinya. Itu terlihat jelas sekali perbedaannya. Kalau gaya Solo menggunakan intonasi seperti wayang kulit," kata Dimas. Dalam hal penggunaan kostum Dimas menambahkan bahwa wayang wong gagrag Jogja lebih mengutamakan kulitan semisal di lengan, kalung, sementara Solo menggunakan baju untuk menambah kesan elegan.

Wayang wong gagrag Yogyakarta dicirikan dengan penggunaan bahasa bagongan (dialek Banyumasan), dalam tata panggung yang sederhana, namun lebih ditekankan pada penguasaan tari yang mumpuni menjadikan wayang wong gagrag Yogyakarta tetap anggun dipentaskan dimanapun, bahkan hanya di bawah pohon beringin sekalipun.

Baik wayang orang gaya Solo maupun wayang wong gagrag Yogyakarta keduanya menawarkan keindahan seni pertunjukan dengan ciri khasnya masing-masing. Dalam hal ini, rasalah yang lebih berperan.

 

Berita Terpopuler


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta