by ifid|| 24 April 2025 || || 21 kali
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), jantung budaya Jawa yang kaya akan warisan tak benda dan benda, terus berupaya memperkuat tata kelola sarana dan prasarana yang menjadi fondasi pemajuan kebudayaan. Pemerintah Daerah bersama berbagai elemen masyarakat sipil, komunitas seni, dan lembaga kebudayaan bahu-membahu memastikan infrastruktur budaya dapat mendukung pelestarian, pengembangan, dan inovasi di sektor ini.
Pemerintah Daerah berkomitmen untuk menjadikan kebudayaan sebagai pilar utama pembangunan. "Tata kelola sarana dan prasarana yang baik adalah wujud nyata dukungan kita terhadap ekosistem budaya. Ini bukan hanya tentang membangun fisik, tetapi juga menciptakan ruang yang aman, nyaman, dan inspiratif bagi para pelaku budaya untuk berkarya dan berinteraksi
Workshop Jurnalistik Budaya Majalah Mata Budaya yang dislenggarakan pada hari Rabu, 23 April 2025 yang dimulai pukul 09.30 WIB di Hotel Fortuna Grande Seturan Yogyakarta tepatnya teretak di Jalan Raya Seturan ini mengungkit tema “Tata Kelola Sarana dan Prasarana Penunjang Pemajuan Kebudayaan”. Dalam Workshop ini mengundang tiga pembicara terhormat yaitu Bapak R.B. Dwi Wahyu selaku Ketua Komisi D DPRD DIY; Bapak Dr Mikke Susanto selaku Dosen FSR ISI Yogyakarta dan Ketua Dewan Kebudayaan; dan Bapak Y. Argo Twikromo selaku Ketua Pengawas Mindset Institute. Dalam Workshop ini mengupas tuntas bagaimana tata kelola sarana dan prasarana berperan penting dalam penunjang pemajuan kebudayaan, khususnya kebudayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pembicara workshop pertama diisi oleh Bapak R.B. Dwi Wahyu. Beliau mengungkapakan bahwa sektor kebudayaan profit dijual untuk sektor pariwisata guna menarik wisatawan dalam maupun mancanegara. Beliau juga mengungkapkan bahwa kebudayaan bukan hanya sebagai hiburan, namun juga sebuah kebiasaan masyarakat yang telah ada dari nenek moyang hingga sekarang. Guna mendukung kemajuan dari keberlangsungan dari kebudayaan di Yogyakarta pemerintah menyediakan wadah guna tetap melestarikan kebudayaan, seperti adayana Rintisan Kampung Budaya yang berada di daerah Kalurahan serta adanya desa Budaya yang terletak di daerah Kota. Meskipun sudah adanya wadah budaya yang disediakan oleh pemerintah, R.B. Dwi Wahyu mengungkapakan bahwa sampai saat ini belum adanya kesan yang membekas, atau keberlanjutan yang spesifik.
R.B Dwi Wahyu, berpesan kepada para jurnalis agar dapat mengangkat isu yang baik dan membangkit untuk masyarakat luas, memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa kebudayaan bukan hanya sekedar hiburan tetapi juag sebagai karakter atau ciri khas masyarakat setempat. selainitu menyinggung mengenai anggaran dana keistimewaan yang terkena dampak efisiensi dana dari pemerinatah. Kebijakan terbaru mengenai dana keistimewaan yang menjadi anggaran APBN. Dengan keadaan tersebut R.B. Dwi Wahyu selaku Ketua Komisi D DPRD DIY terus berupaya untuk tetap menyarakan suara rakyat dan mendukung kemajuansarana dan prasarana guna menunjang pemajuan kebudayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
Narasumber yang kedua yaitu Dr Mikke Susanto selaku Dosen FSR ISI Yogyakarta dan Ketua Dewan Kebudayaan. Pada workshop kali ini beliau mengangkat topik mengenai “Infrastruktur Seni" yang membahas tentang ekosistem dunia seni rupa yang terdiri atas jejaring kompleks dari para pelaku seni, lembaga, serta masyarakat yang mendukung aktivitas kesenian. Dalam dunia seni (art world), semua pihak yang terlibat—baik pencipta karya, pengkritik, kolektor, hingga institusi budaya—mempunyai peran penting dalam menciptakan, menyebarkan, dan mengapresiasi karya seni. Bapak Dr Mikke Susanto mengklasifikasikan komponen medan seni menjadi empat bagian utama: seniman dan karyanya, masyarakat penyangga, lembaga-lembaga sosiokultural, dan mediator seni. Seniman dan Karyanya: Seniman tidak hanya dipandang dari sisi kreatifnya, tetapi juga dari kedudukannya dalam masyarakat serta bagaimana mereka memanajemen diri dan mengikuti perkembangan pasar seni. Terdapat berbagai klasifikasi seniman, mulai dari seniman maverick, tradisional, modern, hingga kontemporer seperti superstar dan freelance artist. Masyarakat Penyangga: Dukungan terhadap seni datang dari berbagai pihak, seperti komunitas, lembaga agama, pemerintah, dan sektor komersial. Mereka memberikan fondasi sosial dan ekonomi bagi kelangsungan kegiatan seni. Lembaga Sosiokultural: Lembaga-lembaga seperti galeri, museum, balai lelang, dan ruang alternatif memiliki fungsi sebagai tempat aktualisasi, distribusi, serta pelestarian seni. Masing-masing lembaga diklasifikasikan berdasarkan tujuan, kepemilikan, konsep ruang, serta cakupan eksistensinya (dari lokal hingga internasional). Mediator Seni: Peran mediator seperti kurator, manajer seni, kritikus, dan agen menjadi jembatan penting antara seniman dan masyarakat, serta antara karya seni dan pasar seni. Konteks lokal Yogyakarta juga mendapat sorotan khusus, menggambarkan bagaimana daerah ini membangun dan mengelola sarana dan prasarana budaya hingga tingkat kelurahan dan desa. Berbagai tantangan masih dihadapi, seperti inklusivitas untuk difabel, efisiensi manajemen acara, dan pemanfaatan teknologi. Beliau juga mengungkapkan dua tantangan sarana dan prasarana budaya di Jogja yaitu belum terpenuhinya implementasi, pelayanan, dan perawatan; serta masih kurangnya pendanaan dan sumber daya manusia yang memadai dan mendukung. Terakhir, Bapak Dr Mikke Susanto menekankan pentingnya memadukan pengelolaan fasilitas budaya dengan perkembangan zaman melalui digitalisasi, integrasi teknologi, pendidikan budaya modern, hingga pemberdayaan komunitas digital.
Y. Argo Twikromo yang menjadi narasumber ketiga dan selaku Ketua Pengawas Mindset Institute. Tata Kelola Sarana dan Prasarana Penunjang Pemajuan Kebudayaan, dalam workshop ini beliau mengajak kita untuk memahami kembali pentingnya tata kelola sarana dan prasarana (sarpras) budaya sebagai upaya mewujudkan keluhuran kehidupan bersama, yang merupakan warisan nilai dari para leluhur bangsa. Dalam konteks Pemajuan Kebudayaan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017, kebudayaan menjadi fondasi pembangunan nasional dengan prinsip pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan budaya. Kebudayaan dipahami sebagai sesuatu yang dinamis dan terus berkembang, melintasi batas-batas wilayah, waktu, dan pengaruh budaya lain. Oleh karena itu, pengelolaan sarana dan prasarana budaya tidak hanya sebatas fisik, tetapi juga harus mengakar pada nilai-nilai luhur seperti toleransi, gotong royong, keberagaman, dan kebebasan berekspresi. Penekanan utama dalam presentasi ini adalah pada prinsip keselarasan—sebuah warisan nilai dari leluhur yang mendorong terciptanya kehidupan harmonis antara manusia dengan sesama, dengan alam, dan dengan Sang Pencipta. Prinsip ini menjadi dasar dalam merajut berbagai praktik kehidupan, termasuk adat istiadat, olahraga, komunikasi, dan karya budaya lainnya. Namun demikian, muncul tantangan penting: bagaimana kita dapat mengelola, menjaga, dan mengembangkan "benih-benih luhur kehidupan" tersebut dalam dunia modern yang cepat berubah. Termasuk bagaimana sarpras budaya dikelola di Yogyakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki modal yang sangat baik untuk mengembangkan tata kelola sarana dan prasarana kebudayaan yang efektif. Dengan mengatasi tantangan yang ada dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki melalui kolaborasi dan inovasi, DIY dapat menjadi contoh yang baik dalam memajukan kebudayaan melalui pengelolaan infrastruktur yang tepat.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...