by ifid|| 21 Mei 2025 || || 62 kali
Suasana semarak dan penuh inspirasi menyelimuti Taman Budaya Yogyakarta dengan digelarnya Suluh Sumurup Art Fest 2025. Pameran seni rupa difabel yang mengusung tema "Jejer" ini telah dibuka secara resmi pada tanggal 15 Mei 2025 dan akan berlangsung selama 10 hari penuh, hingga tanggal 24 Mei 2025. Acara ini menjadi bukti nyata bahwa seni adalah bahasa universal yang mampu melampaui segala batasan, termasuk batasan fisik.
Tema "Jejer", sebuah kata dalam bahasa Jawa yang berarti "berjejer" atau "sejajar", dipilih sebagai representasi kuat dari filosofi pameran ini. Kurator Suluh Sumurup Art Fest 2025, Arya Wijaya, menjelaskan bahwa tema ini bukan sekadar judul, melainkan sebuah pernyataan tegas tentang posisi seniman difabel dalam ekosistem seni rupa. "Melalui 'Jejer', kami ingin menyampaikan bahwa para seniman difabel memiliki hak dan kemampuan yang setara untuk berkarya dan diakui. Karya-karya mereka 'berjejer' dengan bangga, menunjukkan kekayaan ekspresi dan perspektif yang unik," ujar Arya dalam sambutannya yang penuh semangat saat pembukaan.
Pameran ini menjadi platform penting untuk mendobrak stigma dan stereotip, serta mempromosikan inklusivitas di dunia seni. Setiap goresan kuas, pahatan, dan instalasi yang dipamerkan adalah cerminan dari ketekunan, dedikasi, dan semangat pantang menyerah para seniman. Ini adalah perayaan keberagaman yang memperkaya khazanah seni rupa Indonesia.
Pengunjung Suluh Sumurup Art Fest 2025 akan disuguhkan dengan pameran yang kaya akan medium dan ekspresi. Dari lukisan yang memancarkan emosi mendalam, patung yang detail dan penuh karakter, hingga instalasi seni yang mengajak interaksi dan refleksi. Setiap sudut ruang pameran menyimpan cerita dan makna yang menunggu untuk dijelajahi.
Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah lukisan abstrak berjudul "Harmoni dalam Sunyi" oleh seniman muda, Rina Dewi. Dengan perpaduan warna yang berani dan tekstur yang kaya, lukisan ini menggambarkan pengalaman sensorik yang unik, mengajak penikmat seni untuk merasakan keindahan di luar indra penglihatan. Di sisi lain, patung "Tangan-tangan Harapan" karya kelompok seniman 'Bina Karya' menampilkan detail yang luar biasa, melambangkan kekuatan kolaborasi dan dukungan antar sesama.
Pameran ini tidak hanya berhenti pada visual. Beberapa sesi diskusi seniman dan lokakarya interaktif juga dijadwalkan selama pameran berlangsung. Ini memberikan kesempatan langka bagi pengunjung untuk berdialog langsung dengan para seniman, memahami proses kreatif mereka, serta menggali lebih dalam inspirasi di balik setiap mahakarya. Program-program ini dirancang untuk menciptakan jembatan komunikasi antara seniman dan publik, memperkaya pengalaman pameran secara keseluruhan.
Sejak dibuka pada 15 Mei, oleh Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, mewakili Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dalam sambutannya, Sri Paduka menekankan bahwa “jejer” tidak sekadar kata dalam tata bahasa Jawa yang berarti subjek, tapi merupakan sikap hidup.
“Dalam kehidupan, jejer berarti berdiri tegak, menatap dunia dengan keberanian, dan menjadi diri sendiri tanpa bayang-bayang siapapun,” ucapnya.
Lebih dari sekadar pameran seni, SSAF adalah panggung pernyataan bahwa seniman difabel bukanlah objek belas kasihan, tetapi subjek aktif yang mampu menciptakan karya setara, bahkan menantang batas-batas estetika konvensional.
Tahun ini, SSAF 2025 menampilkan 193 karya seni rupa dari 131 seniman penyandang disabilitas yang berasal dari 15 provinsi di Indonesia, menciptakan lanskap seni yang plural dan penuh warna. Beragam pendekatan digunakan: mulai dari lukisan, instalasi, patung, seni tekstil, hingga karya multimedia. Setiap karya merepresentasikan pengalaman personal, refleksi sosial, dan identitas kolektif yang jarang mendapat ruang di panggung arus utama.
Dukungan tidak hanya datang dari individu, tetapi juga dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas seni lokal. Kolaborasi ini menunjukkan komitmen kuat Yogyakarta sebagai kota yang menjunjung tinggi nilai-nilai inklusivitas dan memberikan ruang yang luas bagi pengembangan potensi seluruh warganya, termasuk para difabel. Berbagai fasilitas pendukung juga disediakan untuk memastikan kenyamanan akses bagi semua pengunjung.
SSAF 2025 dikuratori oleh tiga nama besar di dunia seni dan budaya: Nano Warsono, Budi Irawanto, dan Sukri Budi Dharma. Ketiganya sepakat bahwa karya seniman difabel harus diposisikan tidak sebagai “seni disabilitas”, melainkan sebagai bagian utuh dari perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia. Menurut Nano Warsono, pendekatan kuratorial SSAF tidak didasarkan pada simpati, tetapi pada kualitas narasi, teknik, dan konteks.
“Kita tidak sedang membuat ruang khusus untuk seniman difabel. Kita sedang menegaskan bahwa mereka adalah bagian integral dari ekosistem seni nasional,” ujarnya.
Salah satu keunggulan SSAF 2025 adalah keseriusannya dalam menciptakan aksesibilitas. Setiap karya disertai deskripsi audio dan panel taktil. Pengunjung tunanetra bisa meraba sebagian karya yang dirancang khusus untuk pengalaman sensorik. Pengunjung tuli mendapatkan fasilitas juru bahasa isyarat (JBI) di setiap sesi diskusi. Juru bisik juga disiapkan untuk mendampingi tur galeri.
Tidak hanya itu, festival ini juga menyediakan area transit sensorik bagi pengunjung neurodivergen yang membutuhkan ruang tenang. Semua elemen ini disiapkan oleh panitia yang sebagian besar juga merupakan penyandang disabilitas. Artinya, festival ini bukan hanya inklusif dalam program, tetapi juga dalam proses organisasinya.
SSAF 2025 tidak berhenti pada ruang galeri. Festival ini menyajikan serangkaian kegiatan publik yang bersifat partisipatif dan edukatif. Ada workshop membatik dengan seniman netra, kelas bahasa isyarat untuk pemula, literasi sastra difabel, hingga pemutaran film dan pertunjukan musik yang dikurasi secara kolaboratif.
Dalam sesi artist talk, para seniman menceritakan proses kreatif mereka yang penuh tantangan namun juga inspiratif. Bagi banyak peserta, SSAF bukan hanya tempat pamer, tapi juga tempat berbagi dan bertumbuh.
Festival ini terselenggara atas kerja sama antara Dinas Kebudayaan DIY, Paniradya Kaistimewan DIY, dan Kementerian Kebudayaan RI melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, menegaskan bahwa SSAF adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk membangun budaya yang adil dan inklusif.
“Kita ingin ekosistem seni yang mampu merangkul semua kelompok, termasuk komunitas difabel yang selama ini sering dipinggirkan,” ujarnya.
“Suluh Sumurup” secara harfiah berarti obor yang menyala terang. Nama ini bukan metafora kosong. Di tengah dunia seni yang kadang terlalu elitis, SSAF muncul sebagai cahaya yang menghangatkan dan menuntun ke arah inklusi sejati.
Suluh Sumurup Art Fest 2025 telah mendapatkan sambutan yang luar biasa dari berbagai lapisan masyarakat. Antusiasme terlihat jelas dari jumlah pengunjung yang memadati Taman Budaya Yogyakarta setiap harinya. Banyak di antara mereka yang menyatakan kekaguman dan inspirasi yang mereka dapatkan dari karya-karya yang dipamerkan.
"Saya datang jauh-jauh dari Surabaya hanya untuk pameran ini, dan saya tidak menyesal. Karya-karya di sini sungguh luar biasa, penuh makna, dan sangat menyentuh hati. Ini membuktikan bahwa seni adalah milik semua orang," ujar Bapak Anton, seorang kolektor seni yang turut hadir.
Melalui tema “Jejer”, festival ini mengajak publik untuk menata ulang cara kita memandang perbedaan. Bahwa disabilitas bukan kekurangan, melainkan variasi dari keberadaan manusia yang utuh. Bahwa setiap seniman berhak berdiri sejajar dengan karyanya, dengan martabatnya, dan dengan kebebasan berekspresi yang setara
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...