Gelar Budaya Yogyakarta di TMII: Merayakan Tradisi, Merangkul Transforma

by ifid|| 26 Mei 2025 || || 14 kali

...

Jakarta, TMII – Kehangatan dan semangat budaya Yogyakarta kembali menyapa ibu kota melalui perhelatan akbar "Gelar Seni Budaya Yogyakarta 2025". Dihelat di Anjungan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada Sabtu, 24 Mei 2025, acara ini bukan sekadar pagelaran seni, melainkan sebuah pernyataan tegas tentang komitmen Yogyakarta dalam merawat warisan leluhur seraya beradaptasi dengan denyut zaman. Bertepatan dengan peringatan Hadeging Nagari Ngayogyakarta ke-279, gelaran ini mengusung semangat "Pentas Inklusif, Budaya Bertransformasi" dan meneguhkan Yogyakarta sebagai "Ruang Hidup Budaya".

Sejak sore hari, suasana khidmat sekaligus semarak mulai terasa di Anjungan DIY. Para pengunjung, baik warga Yogyakarta di perantauan maupun masyarakat umum pecinta budaya, antusias menantikan ragam pertunjukan yang telah dipersiapkan. Acara yang digagas oleh Badan Penghubung Daerah DIY bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan DIY serta seluruh dinas kebudayaan kabupaten/kota se-DIY ini menjadi bukti nyata sinergi dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya.

Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, yang membacakan sambutan Sri Sultan Hamengku Buwono X, menekankan bahwa keistimewaan Yogyakarta tidak hanya terletak pada kebanggaan akan masa lalu. "Keistimewaan Yogyakarta terletak pada kemauan merawat tradisi dan memaknainya secara baru dalam konteks kekinian," ujar beliau. Pernyataan ini menjadi benang merah yang terjalin dalam setiap penampilan yang disuguhkan.

Malam itu, panggung Anjungan DIY menjadi saksi bisu bagaimana tradisi dan modernitas dapat berpadu harmonis. Kota Yogyakarta memukau penonton dengan alunan musik kontemporer "Java 2.0", sebuah interpretasi modern atas kekayaan musik tradisional Jawa. Sementara itu, Kabupaten Gunungkidul mempersembahkan teater rakyat "Sidang Negeri Dhagelan" yang sarat dengan pesan moral dan dibalut humor khas.

Tak ketinggalan, Kabupaten Sleman menampilkan keindahan dan filosofi busana Jawa melalui peragaan busana "Sinjang Mataram". Keanggunan para peraga dalam balutan kain-kain tradisional berhasil membius mata penonton. Dari Kabupaten Bantul, hentakan dinamis Tari Kerakyatan "Tari Montro" mengajak penonton untuk merasakan semangat kebersamaan dan keriangan masyarakat pedesaan. Kabupaten Kulon Progo pun turut ambil bagian dengan menampilkan upacara adat "Joyokusumo" yang sarat akan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal.

Puncak dari rangkaian persembahan adalah Sendratari "Reh" yang dibawakan oleh juara festival sendratari DIY tahun 2024, 

Sendratari "Reh" merupakan sebuah penjelajahan artistik tentang perjalanan batin seorang individu atau entitas dalam mencapai kemuliaan atau kebijaksanaan, menghadapi tantangan, dan bertransformasi menuju jati diri yang lebih utuh (sujana). Kata "reh" dalam bahasa Jawa dapat merujuk pada "jalan", "arah", atau "proses". Dalam konteks ini, sendratari ini kemungkinan besar menggambarkan sebuah proses:

  • Pencarian dan Pergulatan: Sendratari ini dapat mengisahkan perjalanan tokoh utama yang penuh liku, menghadapi berbagai rintangan dan godaan. Mirip dengan konsep Sisyphus yang terus mendorong batu, "Reh" bisa melambangkan kerja keras, kegigihan, dan perjuangan tanpa henti dalam mencapai tujuan atau memahami makna keberadaan.
  • Transformasi dan Pencerahan: Melalui setiap tantangan, tokoh utama atau kelompok dalam sendratari ini mengalami pertumbuhan dan perubahan. Sendratari ini mungkin menunjukkan bagaimana "jatuh" atau kegagalan justru menjadi titik awal untuk "naik" dan mencapai kesadaran yang lebih tinggi. Ini adalah representasi bagaimana budaya Yogyakarta tidak hanya merawat tradisi, tetapi juga memaknainya kembali dalam konteks kekinian, sehingga terus berevolusi dan beradaptasi.
  • Kearifan dan Kebajikan: Puncak dari "Reh" adalah pencapaian kondisi "sujana" atau berbudi luhur. Sendratari ini merefleksikan nilai-nilai moral, etika, dan filosofi hidup masyarakat Yogyakarta yang kaya, di mana harmoni antara manusia dengan alam, sesama, dan Tuhan menjadi inti. Pesan-pesan ini disampaikan melalui paduan gerak tari yang memukau, alunan musik yang menghanyutkan (bisa jadi memadukan elemen klasik dan kontemporer), serta narasi yang mendalam.

Secara keseluruhan, Sendratari "Reh" adalah sebuah karya yang kompleks dan kaya makna, mengundang penonton untuk merenungkan perjalanan hidup, pentingnya ketekunan, dan potensi transformasi diri menuju kesempurnaan. Ini adalah cerminan dari semangat "Pentas Inklusif, Budaya Bertransformasi" yang diusung oleh Yogyakarta.

Sendratari serta Tari Mangastuti Pujo dari Dinas Kebudayaan DIY. Kedua tarian ini seolah menjadi rangkuman dari kekayaan artistik Yogyakarta, memadukan gerak, musik, dan narasi yang mendalam. Setiap detail, mulai dari kostum hingga ekspresi para penari, mencerminkan dedikasi dan kecintaan terhadap seni budaya.

Andre Notohamijoyo, Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana Kemenko PMK, yang turut hadir dalam acara tersebut, menyampaikan apresiasinya. "Acara gelar seni budaya ini merupakan salah satu bentuk pelestarian dan diplomasi budaya yang sangat bagus dan harus terus dipertahankan," tuturnya. Ia juga menegaskan pentingnya implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang meliputi aspek Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan.

Gelar Budaya Yogyakarta di TMII kali ini bukan hanya sekadar tontonan, melainkan juga tuntunan. Ia menunjukkan bagaimana sebuah daerah istimewa terus berdialektika dengan waktu, menjaga identitasnya, namun tetap terbuka pada inovasi dan relevansi zaman.

Regenerasi Budaya dan Diplomasi Lewat Panggung TMII

Semangat regenerasi menjadi salah satu napas utama dalam Gelar Seni Budaya Yogyakarta 2025. Hal ini terlihat jelas dari banyaknya seniman muda yang terlibat dalam setiap pertunjukan. Bupati Kulon Progo, Agung Setyawan, mengungkapkan kebanggaannya terhadap para penampil muda dari daerahnya. "Penampilannya top BGT, top banget," pujinya. Ia berharap para seniman muda ini dapat menularkan kemampuan dan kecintaan mereka terhadap seni kepada generasi selanjutnya. Keterlibatan generasi Z ini membuktikan bahwa budaya Yogyakarta memiliki daya tarik dan mampu beradaptasi di tengah arus modernitas.

Lebih lanjut, Agung Setyawan menekankan bahwa pelestarian kesenian dapat menjadi salah satu cara efektif untuk mencegah kenakalan remaja dan mengurangi ketergantungan pada gawai. Dengan memberikan ruang ekspresi yang positif, generasi muda Yogyakarta didorong untuk lebih mengenal dan mencintai budayanya sendiri.

Gelar budaya ini juga memainkan peran penting sebagai wahana diplomasi budaya. Kehadiran perwakilan dari berbagai kementerian, lembaga negara, serta perwakilan negara sahabat menjadi bukti bahwa budaya Yogyakarta memiliki daya tarik universal. Interaksi yang terjalin dalam suasana apresiasi seni diharapkan dapat mempererat hubungan antarlembaga dan antarnegara, serta memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia internasional.

Dalam sambutan tertulisnya, Sri Sultan Hamengku Buwono X juga menegaskan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta bukan sekadar tempat tinggal, melainkan sebuah ruang hidup kebudayaan yang terus bertumbuh dan menjadi bagian penting dalam peradaban. Gelar Seni Budaya Yogyakarta di TMII diharapkan menjadi langkah konkret untuk membumikan budaya agar semakin bermakna dan lestari, tidak hanya bagi masyarakat Yogyakarta tetapi juga bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Perpaduan antara tradisi adiluhung dengan sentuhan kontemporer dalam setiap sajian menunjukkan bahwa budaya Yogyakarta bukanlah entitas yang statis. Ia terus bergerak, bertransformasi, dan mencari bentuk-bentuk baru agar tetap relevan dan dicintai oleh semua kalangan, lintas generasi. Warisan budaya tak benda seperti Wayang, Gamelan, dan Sumbu Filosofis Yogyakarta yang telah diakui UNESCO menjadi fondasi kuat bagi pengembangan kreativitas yang berkelanjutan.

Secara keseluruhan, Gelar Seni Budaya Yogyakarta 2025 di Anjungan DIY TMII telah berhasil mencapai misinya. Acara ini tidak hanya menjadi ajang unjuk kebolehan para seniman Yogyakarta, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya menjaga api tradisi agar terus menyala, menerangi jalan menuju masa depan kebudayaan Indonesia yang gemilang. Keberhasilan acara ini juga menegaskan posisi TMII sebagai etalase kekayaan budaya Nusantara dan sebagai ruang penting bagi dialog dan apresiasi antarbudaya. Yogyakarta telah membuktikan bahwa di tengah gempuran globalisasi, identitas budaya yang kuat justru menjadi aset tak ternilai.

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...


...
Limbah Industri: Jenis, Bahaya dan Pengelolaan Limbah

by museum || 18 September 2023

Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2025

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta