by ifid|| 27 Mei 2025 || || 6 kali
Yogyakarta, 26 Mei 2025– Suasana khidmat bercampur semangat kebanggaan menyelimuti pada acara Penyerahan Sertifikat Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Gedhong Pracimosono, Komplek Kepatihan, Senin, 26/5/2025. Hadir langsung menyerahkan dan memberikan sambutan, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menegaskan bahwa sertifikat yang diterima hari ini adalah wujud pengakuan tertinggi atas nilai-nilai yang membentuk jati diri DIY, namun sekaligus sebuah amanah dan awal dari perjalanan panjang pelestarian.
Dalam sambutannya, Sri Sultan Hamengku Buwono X menggarisbawahi bahwa WBTb adalah bagian tak terpisahkan dari jati diri bangsa. Beliau menekankan bahwa pelestarian WBTb secara ideal bukan sekadar menjaga bentuk atau penampilan tradisi, tetapi juga merawat nilai-nilai, makna, dan fungsi sosial budaya agar tetap hidup dan terintegrasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. "Pelestarian budaya takbenda, harus menjadi fondasi pembangunan berkelanjutan yang memperkuat identitas, menguatkan kohesi sosial, sekaligus menjadi sumber kreativitas dan kesejahteraan masyarakat," tegas Sri Sultan.
Namun, di tengah idealisme tersebut, Sri Sultan juga menyoroti realitas yang perlu menjadi perhatian bersama. Derasnya arus modernisasi, urbanisasi, dan komersialisasi pariwisata disinyalir telah menyebabkan banyak tradisi kehilangan konteks sosial dan maknanya. "Ritual-ritual yang sebelumnya sarat nilai spiritual dan berfungsi sebagai perekat komunitas, saat ini berisiko menjadi sekadar tontonan wisata. Keterampilan tradisional... terancam punah karena minimnya regenerasi," ungkapnya dengan nada prihatin.
Bertolak dari kondisi ideal dan potret realitas inilah, Sri Sultan melihat urgensi untuk menggeser paradigma pelestarian: dari kegiatan simbolik dan seremonial, menjadi upaya yang transformatif dan partisipatif. Beliau juga menegaskan kewajiban Pemerintah untuk menghadirkan kebijakan afirmatif yang memberi ruang dan dukungan nyata kepada pelaku budaya. Hal ini mencakup perlindungan hak kekayaan intelektual komunal, pembinaan berkelanjutan, hingga pemberian insentif ekonomi dan ruang ekspresi budaya yang inklusif.
Bagi DIY, Sri Sultan menitikberatkan tiga hal penting. Pertama, DIY tidak boleh menjadi sekadar "etalase budaya" yang hanya memamerkan masa lalu tanpa merawat roh atau esensi di baliknya. Kedua, pelestarian WBTb harus menjadi bagian integral dari strategi pembangunan daerah yang berbasis pada nilai-nilai lokal seperti gotong royong, keselarasan dengan alam, dan penghormatan terhadap leluhur. Ketiga, pendekatan lintas sektor, mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga tata ruang, harus terus diperkuat agar warisan budaya benar-benar bermakna, dihidupi, dan terus berkembang sesuai konteks zaman.
Sertifikat WBTb DIY yang diserahkan hari ini, menurut Sri Sultan, merupakan hal yang patut diapresiasi bersama sebagai salah satu wujud pengakuan tertinggi atas nilai-nilai yang menjadi jati diri DIY. Namun, beliau mengingatkan, "penetapan Warisan Budaya Tak Benda, jangan membuat kita terlena. Ini bukan akhir dari proses pelestarian, melainkan awal dari perjalanan panjang, untuk memastikan bahwa warisan budaya dimaksud dapat terus hidup, bermakna, dan memberikan manfaat lintas generasi."
Pengakuan Bersejarah WBTb DIY: 32 Karya Budaya Lokal Raih Sertifikat Nasional
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, kembali meneguhkan komitmennya dalam melestarikan dan mengembangkan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dengan dilaksanakannya Penyerahan Sertifikat WBTb. Momen bersejarah ini menandai pengakuan nasional terhadap 32 karya budaya takbenda asal DIY yang telah ditetapkan pada tahun 2024. Jumlah ini, sebagaimana dilaporkan Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, merupakan perolehan penetapan WBTb terbanyak sepanjang pengusulan WBTb DIY ke Indonesia sejak tahun 2013.
Upacara penyerahan sertifikat yang berlangsung di [lokasi penyerahan sertifikat, misalnya: Gedung Pracimosono, Komplek Kepatihan] ini menjadi titik awal Perayaan Warisan Budaya Takbenda DIY tahun 2025. Dari 32 karya budaya yang mendapatkan sertifikat, lima berasal dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, empat dari Kabupaten Kulon Progo, delapan dari Kabupaten Sleman, lima dari Kabupaten Bantul, empat dari Kabupaten Gunungkidul, dan enam dari Kota Yogyakarta. Prestasi ini sekaligus menjadi tantangan berat dalam proses pelestariannya ke depan.
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, menguraikan bahwa Perayaan WBTb ini secara konsisten dilaksanakan setiap tahun sebagai tindak lanjut atas pemeliharaan dan pengembangan karya-karya budaya takbenda yang telah ditetapkan. Program-program kreatif-inovatif diwujudkan melalui ragam gelaran pelaku budaya, publikasi literasi, serta pemberdayaan pelaku budaya kuliner warisan dengan dukungan fasilitasi dana keistimewaan.
"Adalah menjadi tugas kita bersama untuk dapat terus mengupayakan adanya program-program kegiatan pembinaan, pemanfaatan, dan pengelolaan Warisan Budaya Takbenda Daerah Istimewa Yogyakarta," ujar Dian Lakshmi Pratiwi. Beliau juga menambahkan bahwa Dinas Kebudayaan telah menyiapkan usulan rekomendatif yang diajukan menjadi bagian regulasi khusus untuk mengatur pola-pola pelestarian dan pembinaan tersebut.
Laporan tersebut juga menyuarakan harapan agar Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, para Bupati, dan Walikota se-DIY yang hadir pada hari ini dapat terus bersama-sama memperhatikan dan mendukung upaya regenerasi hingga ke tingkat komunitas, paguyuban, maupun desa. Hal ini penting untuk menjamin kelestarian dan keberlangsungan masing-masing karya budaya yang telah mendapatkan pengakuan.
Penetapan WBTb ini, menurut Kepala Dinas, sejalan dengan visi dan misi strategis bagi DIY, yaitu terwujudnya WBTb sebagai orientasi nilai dalam setiap program kebudayaan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Selain itu, diharapkan juga dapat meningkatkan pemahaman masyarakat atas WBTb sehingga tumbuh inisiatif dan kreativitas dalam mengelola dan memanfaatkan WBTb sebagai aset budaya dan modal pembangunan.
"Ajur Ajer, Bayu Manah": Nafas Hati yang Menggerakkan Jiwa dalam Pelestarian WBTb
Rangkaian agenda Perayaan Warisan Budaya Takbenda DIY Tahun 2025 tidak berhenti pada penyerahan sertifikat. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, agenda ini akan dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan yang melibatkan masyarakat dan pelaku budaya secara luas dalam "Ajur Ajer #3 Bayu Manah Perayaan Warisan Budaya Takbenda Daerah Istimewa Yogyakarta" di Hotel Brongto, Yogyakarta, selama tiga hari tiga malam.
Nama "Bayu Manah" sendiri menyimpan makna filosofis yang mendalam. "Bayu Manah" dapat dimaknai sebagai "arah hati yang digerakkan oleh kekuatan alam." Secara lebih dalam, Dian Lakshmi Pratiwi menjelaskan, Bayu Manah menggambarkan gerak batin yang halus tapi kuat, seperti angin yang menggerakkan segala sesuatu tanpa terlihat, berakar dari kehendak hati yang tulus. Ini adalah nafas hati yang menggerakkan jiwa.
"Seperti angin yang tak tampak namun mampu membelokkan jalannya anak panah, kehendak batin membimbing manusia menuju tujuan hidupnya," kata Dian Lakshmi Pratiwi. Konsep ini menekankan pentingnya keselarasan antara jiwa dan semesta, di mana bukan kesombongan yang mengantar, melainkan keselarasan batin. "Orang yang mengabaikan bayu manah dalam dirinya akan tersesat, terombang-ambing oleh badai dunia. Namun yang mau mendengar dan mengikuti arah angin, akan melesat jauh—tepat ke sasaran takdir yang telah diguratkan baginya," tambahnya, merujuk pada prinsip-prinsip kearifan lokal.
Filosofi "Bayu Manah" ini secara sempurna melengkapi semangat "Ajur Ajer" yang sebelumnya diutarakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, yaitu melebur tanpa tercerabut, berubah tanpa kehilangan arah, dan bergerak dengan membaca angin zaman, namun tetap menuju sasaran nilai luhur kebudayaan. Bersama-sama, "Ajur Ajer, Bayu Manah" menjadi representasi model pelestarian WBTb yang adaptif, dinamis, dan berkelanjutan, memastikan budaya tetap hidup, berkembang, dan menjadi pandu moral serta arah pembangunan daerah yang berkarakter.
Rangkaian kegiatan "Ajur Ajer #3 Bayu Manah" akan meliputi berbagai aktivitas menarik yang dirancang untuk meningkatkan daya jangkau pengetahuan dan kebermanfaatan WBTb di DIY. Di antaranya adalah pameran karya budaya WBTb, enam workshop WBTb tahun 2024 yang edukatif, stand kuliner warisan budaya takbenda yang menggugah selera, pagelaran seni pertunjukan yang memukau, Gladen Jemparingan, dan akan ditutup dengan Pagelaran Wayang Klithik yang menjadi puncak perayaan.
Jejak Langkah dan Cita-cita Pelestarian WBTb DIY: Merawat Jati Diri, Menggerakkan Masa Depan
Penetapan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dan penyelenggaraan Perayaan WBTb DIY bukan sekadar seremoni, melainkan bagian integral dari visi dan misi besar yang ingin dicapai oleh Daerah Istimewa Yogyakarta dalam pelestarian budayanya. Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, merinci empat poin utama yang menjadi orientasi program dan kegiatan ini.
Secara keseluruhan, visi dan misi ini menunjukkan komitmen kuat DIY untuk menjaga WBTb sebagai elemen yang dinamis dan integral dalam kehidupan masyarakat. Penyerahan sertifikat dan rangkaian Perayaan WBTb "Ajur Ajer #3 Bayu Manah" adalah langkah konkret menuju tercapainya tujuan-tujuan luhur ini, memastikan bahwa kekayaan budaya takbenda Yogyakarta akan terus lestari dan menjadi kebanggaan.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...