by ifid|| 28 Mei 2025 || || 24 kali
Yogyakarta, 27 Mei 2025 – Sepanjang Jalan Malioboro, jantung kota Yogyakarta, hari ini bertransformasi menjadi panggung raksasa yang tak pernah sepi. Acara "Selasa Wagen" kembali digelar, membanjiri ikon budaya ini dengan ragam pertunjukan seni, lokakarya kriya, dan sajian kuliner yang memanjakan mata dan telinga. Mulai sore hingga larut malam, ribuan warga dan wisatawan tumpah ruah, menikmati harmoni budaya yang menjadi nafas Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selasa Wagen, sebuah tradisi yang telah mengakar kuat di Yogyakarta, bukan sekadar sebuah agenda seni. Ia adalah perayaan hidup, manifestasi nyata dari semangat gotong royong dan kelestarian nilai-nilai luhur yang diwariskan para leluhur. Pada setiap Selasa Wagen, Malioboro disterilkan dari kendaraan bermotor, memberikan ruang seluas-luasnya bagi para seniman, pengrajin, dan komunitas untuk berekspresi. Ini adalah kesempatan langka untuk merasakan denyut nadi kebudayaan Yogyakarta yang autentik, berinteraksi langsung dengan para pelaku seni, dan menyaksikan kekayaan tradisi yang terus hidup dan berkembang.
Depan Gedung DPRD DIY, suasana sudah ramai dengan peserta "Senam Kesehatan" yang dipandu oleh ADYTI (Asosiasi Dong Yue Taiji Quan Indonesia). Gerakan lembut taiji, berpadu dengan udara pagi Yogyakarta yang sejuk, menciptakan atmosfer yang damai dan menenangkan. Tak jauh dari sana, di depan Gedung Agung, Komunitas Line Dance DIY memeriahkan suasana dengan koreografi yang enerjik dan penuh semangat, mengajak para pengunjung untuk ikut bergerak dan bergoyang.
Memasuki area Depan Griya Abhipraya, nuansa kekeluargaan dan kegembiraan terpancar jelas. Pertunjukan "Tarian Anak" dari Griya Abhipraya berhasil mencuri perhatian dengan kelucuan dan kelincahan para penari cilik. Suasana kemudian beralih menjadi lebih reflektif dengan serangkaian "Pembacaan Puisi" dari Bpk. Dhandy Dharmawan dan Fathia, yang mampu membius penonton dengan bait-bait indah. Puncak dari sesi ini adalah "Teaterikal Puisi" yang dibawakan oleh Kiuhuana dan "Pembacaan Geguritan" oleh Bpk. Heri, keduanya sukses menghadirkan interpretasi mendalam terhadap karya sastra.
Selasa Wagen hari ini adalah bukti nyata bahwa kebudayaan adalah denyut nadi yang tak pernah padam di Yogyakarta. Ia terus hidup, bergerak, dan bertransformasi, namun selalu berpegang teguh pada akar-akar tradisinya. Keberagaman pertunjukan dan kegiatan yang tersebar di sepanjang Malioboro bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga cerminan dari semangat inklusivitas dan partisipasi aktif masyarakat dalam melestarikan warisan adiluhung.
Dari Campursari hingga Standup Comedy: Keberagaman Seni di Depan Griya Abhipraya dan Museum Sonobudoyo
Setelah sesi malam yang penuh semangat, kemeriahan Selasa Wagen di Malioboro semakin memuncak di area Depan Griya Abhipraya. Zona ini menjadi surga bagi para pecinta seni tradisional dan modern, dengan deretan pertunjukan yang memukau dan menghibur.
Dimulai dengan alunan syahdu "Campursari" yang dibawakan oleh Puji Asih, suara merdu sinden dan musik khas Jawa membuat suasana semakin kental dengan nuansa budaya. Tak lama berselang, panggung diisi oleh gelak tawa dan intrik cerita dalam "Kethoprak Mahakarya Idol" persembahan GAP, sebuah pertunjukan yang berhasil memadukan humor dengan pesan moral yang mendalam.
Kesenian sastra kembali menghiasi panggung dengan "Pembacaan Cerpen" oleh Dilla Sari, dilanjutkan dengan "Pertunjukan Teater" dari Srikandi Pendawa nDalem yang menyajikan lakon-lakon penuh makna. Para penikmat puisi dimanjakan dengan "Pembacaan Puisi" oleh Bambang Siswanto dan Ibu Ana Ratr, yang kemudian berkolaborasi dalam "Pembacaan Puisi dan Cerpen" yang memikat.
Inovasi dalam musik juga turut meramaikan acara dengan penampilan "Musik Seruling Bambu" dari Eko Yuwono Seruling Bambu Nusantara, menyuguhkan melodi-melodi alami yang menenangkan. "Pembacaan Puisi" dari Bang Teddy Way kembali mengisi ruang dengan renungan, sebelum Teater GAP kembali memukau dengan "Teater (Bukanlah Arti)".
Salah satu yang paling menarik perhatian adalah penampilan Miguno dengan "Merani/Dance dan Menyanyi India", yang berhasil membawa nuansa eksotis ke tengah Malioboro. Kemudian, Ginandjar Wiludjeng memadukan "Puisi dan Musik Puisi" dalam sebuah performa yang harmonis.
Untuk mengocok perut pengunjung, "Standup Comedy" dari Eko "Robert Codhot" Susanto berhasil memecah tawa dengan lelucon-lelucon cerdasnya. Malam harinya, suasana semakin hangat dengan lantunan "Menyanyi Dangdut Pop Jawa" oleh Ermi Amore, mengajak seluruh penonton untuk ikut bergoyang.
Tak hanya di Depan Griya Abhipraya, Area Museum Sonobudoyo juga menjadi magnet bagi para pecinta seni dan kriya. Sejak pukul 17.00 hingga 21.00 WIB, pengunjung dapat menyaksikan langsung proses "Tatah Sungging Wayang Kulit" di Gerbang Timur Museum Sonobudoyo. Keindahan dan kerumitan pembuatan wayang kulit yang merupakan warisan budaya tak benda ini berhasil menarik perhatian banyak orang.
Dan untuk menutup hari yang panjang, "Live Musik" di Selasar Gedung Saraswati (Eks Koni) mulai pukul 16.00 hingga 22.30 WIB, menyajikan berbagai genre musik yang membuat suasana semakin hidup dan akrab. Dari lagu-lagu pop hingga tradisional, semua berpadu menjadi sebuah simfoni yang sempurna, mengiringi senja dan malam di Malioboro. Keberagaman pertunjukan di zona ini menunjukkan betapa kayanya khazanah seni budaya Yogyakarta, dan bagaimana Selasa Wagen menjadi platform penting untuk merayakannya.
Kriya Kreatif dan Tari Tradisional: Dari Trotoar Istana Negara hingga Pintu Gerbang Barat Kepatihan
Perayaan Selasa Wagen di Malioboro tak hanya tentang pertunjukan seni panggung, tetapi juga menghadirkan ruang bagi kreativitas dan inovasi dalam bentuk kerajinan tangan. Di Seberang BNI Trotoar Istana Negara, Komunitas Ecocraft Nusantara memamerkan keahlian mereka dalam berbagai lokakarya menarik.
Para pengunjung memiliki kesempatan untuk belajar membuat "Workshop Bros Kawat (Uwerans Jewelry)", menciptakan perhiasan unik dari bahan kawat. Kemudian, "Workshop Makrame Daur Ulang Plastik (Rumah Siro)" mengajarkan bagaimana mengolah limbah plastik menjadi karya seni fungsional, sebuah langkah nyata menuju keberlanjutan. Tak kalah menarik, "Workshop Shibori (Esti Ismail)" memperkenalkan teknik pewarnaan kain tradisional Jepang yang menghasilkan motif-motif indah. Untuk penggemar aksesori, "Workshop Gelang Tali (Awang Kagunan)" memberikan tips dan trik membuat gelang yang menarik, sementara "Workshop Gantungan Hp (Jcraft Galeri)" menawarkan ide-ide kreatif untuk hiasan ponsel. Zona ini menjadi bukti bahwa seni tak hanya ada di panggung, tetapi juga dalam setiap sentuhan tangan yang menciptakan keindahan.
Bergeser sedikit ke Pintu Gerbang Barat Kepatihan, area ini didominasi oleh pertunjukan tari tradisional yang memukau, membuka jendela menuju kekayaan warisan tari Jawa. Dimulai dengan "Talkshow" dari BPKSF, Keraton Yogyakarta Paniradya, yang memberikan wawasan mendalam tentang sejarah dan makna di balik berbagai kesenian dan tradisi Keraton.
Setelah sesi diskusi, panggung dipenuhi dengan keanggunan dan dinamisme tari-tarian klasik. "Tari Angguk Jos" yang dibawakan oleh Komunitas Budaya Abhipraya Purbonegoro memukau penonton dengan gerakan energik dan kostum berwarna-warni. Dilanjutkan dengan "Tari Mangastuti" dari Kelurahan Cokrodiningratan, yang menampilkan kelembutan dan keanggunan gerakan.
Tari-tarian lainnya turut memeriahkan suasana, seperti "Tari Manis Ayu", "Tari Kepyar", dan "Tari Sukoparisuko" yang masing-masing memiliki ciri khas dan keindahan tersendiri. Kemudian, "Tari Dugderan" dari Kelurahan Sosromenduran membawa nuansa kerakyatan yang ceria, disusul dengan pertunjukan "Barongsai Singa Mataram" dari Kelurahan Gowongan yang spektakuler, memadukan akrobatik dengan musik yang menggelegar.
Sebagai penutup, pertunjukan "Macapat" menghadirkan nuansa klasik yang menenangkan, dengan lantunan tembang-tembang Jawa yang penuh makna. Zona Pintu Gerbang Barat Kepatihan ini menjadi pengingat akan betapa beragamnya bentuk tari tradisional di Yogyakarta, dan bagaimana setiap kelurahan turut serta dalam melestarikan dan menampilkan warisan berharga ini.
Selasa Wagen di sepanjang jalan Malioboro bukan hanya sekadar event, melainkan sebuah pernyataan. Ini adalah pernyataan bahwa Yogyakarta adalah kota yang berbudaya, kota yang menghargai tradisi namun juga terbuka terhadap inovasi. Di tengah gemuruh Malioboro yang biasanya padat dengan kendaraan, hari ini menjadi ruang bernafas bagi seni dan kearifan lokal, sebuah oase budaya yang tak lekang oleh waktu. Ribuan wajah tersenyum, interaksi antarbudaya, dan semangat kebersamaan yang terjalin sepanjang hari ini menjadi bukti nyata bahwa Selasa Wagen adalah salah satu harta tak ternilai bagi Yogyakarta dan Indonesia.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...