by ifid|| 25 Juni 2025 || || 109 kali
Kulonprogo, 23-24 Juni 2025 – Langit Yogyakarta selalu punya cerita. Kisah-kisah berbalut tradisi, kearifan lokal, dan semangat gotong royong terus bergulir, menjadi denyut nadi kebudayaan yang tak pernah padam. Kali ini, narasi kebudayaan akan ditulis di atas panggung megah, berpadu dengan hiruk pikuk gerbang dunia. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY dengan bangga mempersembahkan Pentas Seni Kalurahan/Kelurahan Budaya, sebuah berkolaborasi dengan Bandar Udara Internasional Yogyakarta (YIA).
Kegiatan ini bukan sekadar pementasan biasa yang menampilkan gerak dan nada semata. Ini adalah manifestasi nyata dari komitmen DIY dalam melestarikan, mengembangkan, dan mengapresiasi kekayaan seni tradisional yang tumbuh subur di setiap pelosok desa dan kelurahan budaya. Dari tarian heroik yang penuh semangat juang, hingga gerak penuh syukur atas anugerah alam, dari ekspresi jati diri pemuda yang inovatif, hingga kisah-kisah legendaris yang hidup dalam setiap gerakan dan lirik, seluruh potensi terbaik dipamerkan selama dua hari penuh di kompleks YIA.
Melalui kolaborasi strategis dengan YIA, Dinas Kebudayaan DIY mengambil langkah progresif yang patut diacungi jempol. Potensi seni tradisional tidak hanya akan dinikmati oleh masyarakat lokal, tetapi juga diperkenalkan kepada ribuan wisatawan domestik maupun mancanegara yang setiap harinya melintasi gerbang udara ini. Bayangkan, para pelancong yang baru tiba di tanah Yogyakarta, disambut dengan irama gamelan yang magis nan menenangkan, atau disuguhkan tarian gemulai yang penuh makna dan filosofi mendalam. Ini adalah pintu gerbang budaya yang sesungguhnya, sebuah sambutan hangat yang menawan hati dan memperkenalkan kekayaan warisan tak benda Yogyakarta sejak detik pertama kedatangan.
"Pentas Seni Kalurahan/Kelurahan Budaya ini adalah wadah bagi masyarakat untuk menampilkan identitas kultural mereka, sebuah cerminan hidup dari keberagaman dan kekayaan budaya kita," ujar Agus Suwarto, S. Sos, Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Lembaga Budaya, Dinas Kebudayaan DIY, dalam wawancaranya. "Dan kolaborasi dengan YIA adalah strategi kami untuk memperluas jangkauan apresiasi terhadap seni tradisional Yogyakarta di kancah internasional, menjadikan YIA sebagai 'duta budaya' bagi Yogyakarta."
Beliau menambahkan bahwa pada gelaran kali ini, ada lima kalurahan budaya yang tampil, semuanya berasal dari Kabupaten Gunungkidul. Agus Suwarto, juga menyampaikan rencana besar Dinas Kebudayaan DIY untuk ke depan: "Di tahun anggaran ini, kami memang menganggarkan ada 20 pementasan dalam arti mewakili dari kalurahan budaya se-seluruh DIY, sehingga kami memang memberikan pengalaman tersendiri kepada seniman-seniwati, kesenian tradisional yang di wilayah tersebut, yang rata-rata memang banyak usia SMP dan SMA sebagai regenerasi dan dia memberikan suatu pengalaman tersendiri bagaimana menyajikan untuk kesenian tradisionalnya." Inisiatif ini dengan jelas menegaskan pentingnya regenerasi dan pemberian ruang bagi seniman muda untuk mengembangkan bakat mereka, memastikan keberlanjutan tradisi di masa depan.
Sementara itu, Hari Sabtorenggo, dari Unit Airport Service Development Bandara YIA, menyambut baik kerjasama ini dengan optimisme. "Terkait dengan kerjasama Bandara YIA dengan Dinas Kebudayaan DIY sangat bagus dan diharapkan ke depannya dapat dipererat lagi kerjasamanya dan diperbagus lagi dengan cara menambah lagi untuk tampilan seninya sehingga dapat mempromosikan kebudayaan-kebudayaan yang ada di DIY," tuturnya, menunjukkan komitmen kuat YIA dalam mendukung pelestarian dan promosi budaya lokal sebagai bagian integral dari pengalaman berwisata.
Mari kita selami lebih dalam setiap kisah dan semangat yang dipersembahkan oleh para seniman ini. Dari setiap gerak, setiap nada yang mengalun, dan setiap senyum yang terpancar, terlihat jelas jiwa kebudayaan Yogyakarta yang tak lekang oleh waktu, siap menyapa dunia dari gerbang kebanggaan YIA.
Menguak Jejak Lestari: Kisah-Kisah di Balik Panggung Budaya dari Gunungkidul
Perhelatan Pentas Seni Kalurahan/Kelurahan Budaya ini menjadi etalase hidup yang menampilkan keunikan dan kekayaan masing-masing wilayah, khususnya dari Kabupaten Gunungkidul yang menjadi sorotan utama dalam gelaran ini. Setiap tarian yang dipentaskan membawa narasi, filosofi, dan sejarah yang mendalam, mencerminkan kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Kalurahan Ngasiposan mempersembahkan dua tarian yang sarat makna dan identitas komunitas, memvisualisasikan semangat kebersamaan dan tradisi yang masih hidup.
Pentas Kesenian "Tari Jaga Desa" (Formasi Laki-laki) Tari Jaga Desa adalah sebuah tarian yang terinspirasi dari kegiatan warga masyarakat Kalurahan Ngasiposan yang sampai sekarang masih dilestarikan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari: siskamling atau kegiatan ronda. Tarian ini secara apik bertujuan untuk menggambarkan upaya mengamankan desa/kampung dari berbagai hal yang tidak diinginkan, mulai dari gangguan keamanan hingga bencana alam. Di dalam setiap gerakan yang tegas dan kompak, terdapat nilai-nilai sosial dan budaya yang kental dalam masyarakat, secara jelas menggambarkan semangat gotong royong, kebersamaan, dan rasa tanggung jawab kolektif dalam menjaga lingkungan dan ketenteraman. Para penari membawakan setiap gerak dengan penuh kekuatan, mencerminkan ketangguhan warga desa.
Pentas Kesenian Jathilan "Kudha Prabowo" (Formasi Perempuan) Jathilan "Kudha Prabowo" adalah sebuah pementasan yang menggambarkan kisah prajurit perempuan yang sedang mengadakan latihan perang (gladen) untuk mempersiapkan diri menghadapi berbagai potensi ancaman atau musuh. Tarian ini dikemas secara atraktif, dinamis, luwes, dan menunjukkan kepiawaian para penari dalam mengolah kuda (kuda lumping) beserta keretanya. Setiap gerak tari, dari kibasan selendang hingga hentakan kaki, melukiskan simbol kebersamaan, kekuatan pertahanan, dan keberanian para prajurit wanita. Seluruh koreografi ini dikemas apik di bawah bimbingan penata tari yang handal, memastikan setiap detail pementasan memukau. Pementasan ini didampingi oleh Suharyanto dan Dian Indra Nugraha, dengan Tim Monev BP CB Supriyanto dan Lurah Bapak Ciptadi yang turut mendukung penuh.
Kalurahan Budaya Bendung juga turut memukau dengan dua persembahan tari yang kaya filosofi dan menggambarkan kearifan lokal yang mendalam, diwariskan melalui gerak dan lirik.
Tari Widyastra Judul tarian "Widyastra" merupakan gabungan dua kata Bahasa Jawa Kuno yang penuh makna: 'Widya' yang berarti pengetahuan atau kebijaksanaan, dan 'Astra' yang berarti panah. Terinspirasi dari olahraga tradisional Jemparingan Mataram yang saat ini tengah populer di kalangan masyarakat sebagai simbol fokus dan ketenangan, Tari Widyastra adalah penggambaran seorang pemanah jemparing yang menerapkan ilmu memanah dengan baik dan penuh konsentrasi. Tarian ini diharapkan mampu membentuk watak ksatria yang sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh (fokus pada satu tujuan, semangat dan gigih, percaya diri, dan tidak pernah menyerah). Sebuah filosofi mendalam yang diwujudkan dalam setiap gerakan, menunjukkan kekuatan mental dan spiritual. Penata Tari adalah Evi Savitri, dengan Tim Produksi Drs. Ristu Raharja, serta Pendamping Sri Suhartanti S. Sn dan Bayu Waskito S. Sn.
Lanjutan dari Kalurahan Budaya Bendung, sebuah tarian yang sarat akan pesan moral dan semangat perjuangan.
Tari Jathil Labuh Praja "Vitna Yuwana... Lena Kena" Tarian ini sarat makna, dengan lirik yang menggambarkan kesiagaan, kewaspadaan, dan pentingnya persatuan dalam menghadapi musuh. Lirik "Swaraning turangga kang lumaksana Kinendalen dening para satrya digdaya Katg sipi mungsuh labuh negara Katek sigra nyawiji ing rasa" mencerminkan bunyi derap kuda yang berjalan, dikendalikan oleh para kesatria digdaya, dan siap menghadapi musuh demi labuhnya negara (keamanan negara). Baris selanjutnya, "Katek sigra nyawiji ing rasa" mengandung pesan untuk segera menyatukan rasa, memadukan tekad. Pesan moralnya jelas dan lugas: "Dengan kewaspadaan diri, hanya kelemahan musuh yang dicari, kemenangan dalam peperangan yang menjadi tujuan utama; yang waspada akan selamat... yang ceroboh akan mendapatkan celaka...". Sebuah tarian yang tak hanya indah dari segi koreografi dan musik, namun juga inspiratif, mengajak penonton untuk selalu mawas diri dan bersatu.
Ragam Ekspresi dari Berbagai Penjuru Yogyakarta: Harmoni dan Rasa Syukur
Keberagaman seni budaya Yogyakarta semakin terpancar dengan partisipasi dari berbagai kalurahan lainnya, masing-masing dengan ciri khas dan pesan moral yang unik. Setiap tarian adalah cerminan dari kehidupan, nilai, dan harapan masyarakatnya, disajikan dengan interpretasi yang segar.
Kalurahan Trimurti menghadirkan dua pementasan yang menunjukkan evolusi dan ekspresi kekinian dari seni tradisional, membuktikan bahwa warisan budaya dapat terus beradaptasi.
Tari Riya Manggala Riya Manggala diartikan sebagai sang pemimpin. Tarian ini merupakan representasi dari kesenian Reyog, sebuah identitas masyarakat Trimurti yang telah lama melekat. Eksistensinya hingga saat ini menunjukkan spirit yang selalu hadir di tengah masyarakat, menjadi inspirasi bagi generasi penerus. Fenomena ini juga menimbulkan kegelisahan positif di kalangan para seniman muda untuk menciptakan karya baru, tidak hanya meniru. Riya Manggala bukan sekadar pengganti kesenian Reyog, namun sebagai salah satu wujud interpretasi dan kemasan lain yang dinamis dari Reyog itu sendiri, menyesuaikan dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensi. Pendampingnya adalah Purwantono, dengan Monitoring Sutarya, Ketua Kalurahan Budaya Heri Purwanto, dan Lurah Agus Purwaka ST.
Tari Bagongers Tarian ini merupakan wujud ekspresi kaum remaja yang mengidolakan tokoh punakawan Bagong, sosok yang unik dan penuh karakter dalam pewayangan Jawa. Bagongers melambangkan karakter yang "nyelelek tapi bertanggungjawab, jujur, apa adanya." Sebuah tarian yang sangat relevan dengan dinamika generasi muda saat ini, menunjukkan bagaimana nilai-nilai tradisional dapat diinternalisasi dan diekspresikan dengan gaya kontemporer, penuh humor namun tetap sarat makna. Pendamping, Monitoring, Ketua Kalurahan Budaya, dan Lurah sama seperti Tari Riya Manggala, menunjukkan dukungan penuh terhadap inovasi budaya.
Kekayaan budaya Nusantara dan kearifan lokal diwujudkan dalam dua tarian dari Kalurahan Karangrejek, menggambarkan keragaman yang menjadi kekuatan bangsa.
Nusantara Harmoni Jogja Menari Sebuah persembahan tari yang memadukan berbagai unsur tari dan musik dari seluruh Indonesia. Tarian ini secara visual dan auditif bertujuan untuk menampilkan kekayaan budaya Nusantara, khususnya gerakan dan iringan musik dari berbagai daerah seperti Yogyakarta, Aceh, Betawi, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku, hingga Papua. Sebuah orkestra gerak yang menyatukan keberagaman, sekaligus menunjukkan persatuan dalam bingkai kebhinekaan yang menjadi ciri khas Indonesia. Tarian ini mengajak penonton untuk berkeliling Nusantara melalui gerak tari.
Lanjutan dari Kalurahan Budaya Karangrejek, sebuah tarian yang mengangkat ekspresi kegembiraan dan kearifan agraris.
Tari Angguk Jos Tari Angguk Jos muncul sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Kulon Progo setelah panen padi, khususnya saat dilakukan di bawah sinar bulan purnama yang melimpah. Tarian ini memiliki makna mendalam, tidak hanya sekadar hiburan semata. Gerakan angguk-anggukkan kepala yang menjadi ciri khas tarian ini secara simbolis melambangkan rasa syukur yang mendalam dan kegembiraan yang meluap atas hasil panen yang melimpah. Selain itu, Tari Angguk Jos juga mengandung pesan moral untuk selalu berbuat baik kepada sesama dan menjauhi perbuatan tercela, menjadikannya tarian yang sarat akan nilai-nilai kehidupan dan spiritualitas agraris.
Harmoni Alam dan Kearifan Lokal: Ekspresi dari Gunungkidul dan Bantul
Semangat untuk terus berkarya dan berinovasi dalam seni tari juga dipertunjukkan dalam pentas ini, menunjukkan bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis dan mampu beradaptasi dengan zaman, sekaligus mengangkat cerita-cerita keseharian dan keindahan alam yang menginspirasi.
Keindahan dan kekayaan alam Gunungkidul, serta semangat komunitasnya, terukir dalam setiap gerak tari dari Sidoharjo.
Tari Tayub Guyub Tari Tayub adalah tari khas Gunungkidul yang masih sering ditampilkan dalam upacara adat atau event tertentu, seperti hajatan atau syukuran desa. Tari Tayub/Ledek/Janggrung adalah kesenian kerakyatan yang senantiasa menemani kegiatan upacara adat di Kalurahan Sidoharjo. Tarian ini bersifat khas dan interaktif dengan penonton, yang bahkan bisa ikut menari sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah yang diberikan. Ini adalah wujud keguyuban yang tak lekang oleh waktu, merefleksikan kebersamaan, rasa terima kasih, dan partisipasi aktif masyarakat.
Tari Sundak Binabar Tarian ini merupakan penggalan dari adegan pertama dari drama tari Sundak Binabar yang epik. Kisahnya menceritakan kesulitan para penduduk desa karena mengalami kekeringan yang berkepanjangan, menyebabkan gagal panen dan penderitaan. Namun, penemuan mata air oleh seorang tokoh bernama Sandak membawa harapan baru yang membuncah. Dengan adanya air yang melimpah, para petani kembali bersemangat menggarap ladangnya, membawa kemakmuran kembali ke desa. Sundak Binabar juga menggambarkan Kalurahan Sidoharjo sebagai daerah yang makmur dengan air yang melimpah, dan menjadi destinasi wisata Pantai Sundak yang indah. Tarian ini tidak hanya mengangkat kekayaan alam tetapi juga semangat pantang menyerah dan optimisme masyarakat. Monev Kalurahan adalah Bapak Sakiyo, S.S., dengan Pendamping Budaya Triwik Wahyuni, S.Pd dan Nanang Prasetya, S.Sn.
Keseharian petani dan perayaan kebahagiaan hidup diwujudkan dalam tarian dari Sitimulyo, dengan sentuhan kreativitas dan makna filosofis.
Tari Caping Ayu Tari Caping Ayu melambangkan semangat gotong royong dan keindahan kehidupan di desa yang harmonis. Gerakannya secara visual menggambarkan aktivitas petani dari pagi hingga sore, seperti menanam padi, merawat tanaman, dan mengusir hama dengan riang gembira. Sebuah tarian yang mengajak penonton untuk menyaksikan kelincahan dan semangat anak-anak Kalurahan Mandiri Budaya Sitimulyo, menunjukkan potensi generasi muda dalam melestarikan seni sambil tetap relevan dengan kehidupan modern.
Tari Beksan Nirbaya Tarian edan-edanan ini dilambangkan sebagai kaulnya abdi dalem atau "abdi dalam" yang merasa gembira karena tuannya memasuki kehidupan baru, yaitu kehidupan berumah tangga. Tarian ini dilakukan berpasangan oleh perempuan dan laki-laki, menunjukkan harmoni dan kebersamaan. Kata "Nir" berarti menolak, dan "Baya" berarti bahaya. Oleh karena itu, tarian ini diartikan sebagai tarian yang menolak bahaya, baik pada saat proses pernikahan berlangsung, maupun setelah proses pernikahan menuju bahtera rumah tangga yang sakinah. Tarian ini melambangkan harapan akan keharmonisan, keselamatan, dan kebahagiaan dalam perjalanan hidup. Lurah adalah H. Juweni, SE, Ketua Kalurahan Budaya Singgih Nurjono, Pendamping Atika Diah Sitawati, dan Tim Monev Kusuma Prabawa.
Api Semangat yang Tak Pernah Padam: Inovasi dan Promosi Budaya
Pentas Seni Kalurahan/Kelurahan Budaya ini juga menjadi ajang bagi kalurahan untuk menunjukkan inovasi dan semangat tak terbatas dalam melestarikan serta mengembangkan seni tradisional, membuktikan bahwa budaya adalah entitas yang hidup dan terus berevolusi.
Wonosari menghadirkan dua tarian yang mencerminkan keceriaan dan semangat pelestarian budaya yang kuat, dengan sentuhan modern.
Tari Sumringah "Sumringah" berasal dari bahasa Jawa yang berarti gembira atau ceria. Tarian ini menampilkan keluwesan serta kelincahan para penari, mengajak penonton untuk berbahagia, ceria, dan menikmati suasana dengan hati yang gembira. Sebuah tarian yang menyebarkan energi positif kepada setiap yang menyaksikannya, membawa suasana ceria di lingkungan bandara. Penata tari adalah Ria Silviani, S.Pd., dengan Penata Musik Rosanto Bima Pratama, S.Sn., dan para penari muda berbakat seperti Cindy, Airin, Aulyn, Kirana, Jingga, dan Chasih.
Tari Bahnimaya "Bahnimaya" memiliki makna api yang tak pernah padam. Tarian ini menggambarkan pemuda-pemudi tangguh dari Kalurahan Budaya Wonosari dengan tekad kuat untuk melestarikan budaya dan menjaga warisan leluhur. Bahnimaya melambangkan api yang berkobar, seperti semangat yang tak pernah padam, sebuah karya produksi Kalurahan Budaya Wonosari yang menunjukkan komitmen mereka. Penata tari adalah Ria Silviani, S.Pd., dengan Penata Musik Sandyo, S.Sn., dan para penari energik seperti Abil, Farel, Adel, Bunga, Inez, Lia, Fana, Malika, Jane, dan Deshra. Tim Monev adalah Drs. Iswandoyo, MM, dan Pendamping Budaya Ria Silviani, S.Pd. & Rusbandi, AP.
Hargomulyo menyuguhkan sebuah inovasi yang menyatukan tradisi dan modernitas, menciptakan tarian yang segar dan menarik.
ANGSANG (Angguk Berpasangan) ANGSANG merupakan singkatan dari "Angguk Berpasangan," sebuah reinterpretasi dari kesenian Angguk tradisional. Tarian ini menceritakan kisah legendaris "Umarmoyo Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono" yang diadaptasi dengan pola gerak baris serdadu Belanda, menciptakan perpaduan unik. Dalam karya ANGSANG ini, penata tari Feri Catur Harjanto M.Pd mencoba mengharmoniskan antara angguk putra dan putri menjadi tari berpasangan, yang dikemas secara inovatif menjadi kesatuan yang menarik. Sehingga keduanya mampu bersinergi menjadi sebuah sajian yang harmonis, menumbuhkan iman, nyawiji, dadi siji, jinggo... jinggo hokya...!, sebuah seruan semangat yang energik. Penata tari adalah Feri Catur Harjanto M.Pd, dengan Pendamping Danang Nur Widaryanto S.Sn, Monitoring Drs. R. Yudono Hindri Atmoko, dan Ketua Desa Budaya Sutardji.
Suara Apresiasi dari Berbagai Kalangan: Respons Positif dan Harapan Masa Depan
Keberhasilan Pentas Seni Kalurahan/Kelurahan Budaya ini tidak hanya terlihat dari keragaman pementasan, tetapi juga dari respons positif yang datang dari berbagai kalangan, mulai dari wisatawan hingga para seniman muda itu sendiri.
Salah satu wisatawan bernama Yeni dari Pontianak, mengapresiasi acara ini sebagai kegiatan yang sangat bagus. "Acara semacam ini penting untuk melestarikan kebudayaan Indonesia, khususnya kebudayaan Jogja, dan memperkenalkan kepada turis-turis yang datang ke Jogja," ujarnya dengan antusias. Ia berharap acara-acara seperti ini lebih sering diadakan agar kebudayaan Indonesia bisa lebih mendunia, semakin dikenal luas di kancah internasional.
Apresiasi juga datang dari para pelaku seni. Seorang penari muda, Eva dari Kelurahan Bendungan, Kabupaten Gunungkidul, menyampaikan rasa terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada Kelurahan Bendungan untuk menampilkan Tari Bedoyo pada acara tersebut. "Acara ini sangat menarik, asyik, dan berkesan bagi saya dan teman-teman di Kabupaten Gunungkidul," ungkap Eva dengan senyum merekah. Ia berharap, di kesempatan selanjutnya, mereka bisa menampilkan tarian atau sajian yang lebih apik lagi, menunjukkan semangat untuk terus berkembang. Eva juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kebudayaan yang telah memfasilitasi para seniman dari Kabupaten Gunungkidul, memberikan ruang dan dukungan bagi talenta lokal.
Jembatan Budaya Menuju Dunia: Peran YIA dalam Apresiasi Seni dan Masa Depan Kebudayaan DIY
Kolaborasi antara Dinas Kebudayaan DIY dan Bandar Udara Internasional Yogyakarta (YIA) menandai sebuah langkah strategis yang sangat signifikan dalam upaya pelestarian dan promosi budaya. YIA, sebagai gerbang utama bagi ribuan wisatawan yang datang dan pergi dari Yogyakarta setiap harinya, memiliki potensi besar untuk menjadi etalase budaya yang efektif dan efisien, menjangkau audiens yang beragam dari berbagai latar belakang.
Dengan menampilkan pentas seni tradisional di lingkungan bandara yang modern dan ramai, ribuan orang dari berbagai belahan dunia memiliki kesempatan untuk secara langsung menyaksikan keindahan, kedalaman, dan kompleksitas seni budaya Yogyakarta. Ini bukan hanya sebuah pertunjukan seni biasa, melainkan sebuah pengalaman imersif yang dapat meninggalkan kesan mendalam bagi para pelancong, membuat mereka lebih terhubung secara emosional dengan kekayaan lokal yang otentik. Sentuhan budaya ini dapat menjadi kenangan tak terlupakan yang mendorong mereka untuk kembali menjelajahi Yogyakarta lebih dalam.
Inisiatif ini juga diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi yang positif dan berkelanjutan bagi para seniman dan pegiat budaya di tingkat kalurahan. Apresiasi yang lebih luas, baik dari wisatawan domestik maupun internasional, dapat membuka peluang baru bagi mereka untuk terus berkarya, meningkatkan kualitas pementasan, dan mengembangkan potensi seni mereka. Hal ini sekaligus memperkuat ekosistem kebudayaan di DIY, menjadikan seni sebagai sumber penghidupan yang berkelanjutan bagi para pelaku budaya. Dengan adanya panggung di YIA, para seniman juga mendapatkan pengalaman berharga tampil di lingkungan yang berbeda, yang bisa memicu kreativitas dan inovasi lebih lanjut.
Pentas Seni Kalurahan/Kelurahan Budaya di YIA adalah bukti nyata bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang kaku atau statis, melainkan entitas yang dinamis dan mampu beradaptasi serta berkembang di tengah arus modernisasi. Ini adalah pesan yang kuat bahwa budaya adalah jantung dari sebuah daerah, denyut nadi yang memberikan identitas dan kehidupan. Dengan memeliharanya, melestarikannya, dan mempromosikannya, kita juga memelihara identitas, kebanggaan, dan warisan tak ternilai bagi generasi mendatang.
Kehadiran seni tradisional di YIA ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, memberikan nilai tambah pada pengalaman perjalanan mereka. Ini adalah salah satu cara cerdas untuk memperkenalkan branding Yogyakarta sebagai destinasi budaya unggulan, sejak para pengunjung tiba di bandara.
Mari saksikan bersama kembali gelaran budaya yang akan memperkaya pengalaman kita akan Yogyakarta, sekaligus menorehkan jejak kebanggaan di panggung dunia. Jangan lewatkan kesempatan untuk merasakan langsung denyut nadi kebudayaan Yogyakarta yang autentik dan memukau di Bandara Udara Internasional Yogyakarta pada tanggal 6-13 Juli dan 17 Agustus 2025. Sebuah perpaduan sempurna antara tradisi dan modernitas, yang siap menyambut dunia dengan keindahan budaya adiluhung.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...