by ifid|| 08 Agustus 2025 || || 70 kali
YOGYAKARTA – Suara gamelan yang mengalun ritmis berpadu dengan deru kehidupan urban di jantung Yogyakarta. Di Amphitheater Teras Malioboro 1 yang modern, puluhan penari dengan kostum tradisional yang semarak bergerak gemulai, menyajikan sebuah pemandangan kontras yang memukau. Selasa, 5 Agustus 2025, menjadi saksi bisu perhelatan akbar Pentas Seni Budaya Selasa Wagen, sebuah panggung istimewa yang didedikasikan bagi para seniman dari berbagai Kalurahan dan Kelurahan Budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sore itu, Teras Malioboro 1 yang biasanya identik sebagai pusat wisata belanja dan kuliner, bertransformasi menjadi sebuah panggung seni terbuka. Ratusan pasang mata, mulai dari warga lokal, wisatawan domestik, hingga turis mancanegara, duduk khidmat di undakan-undakan amphitheater. Mereka tidak hanya disuguhi tontonan, tetapi diajak untuk merasakan langsung denyut nadi kebudayaan yang tumbuh subur dari desa-desa di seluruh penjuru DIY.
Acara yang diinisiasi oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY dengan dukungan penuh dari Dana Keistimewaan (Danais) ini bukan sekadar pertunjukan biasa. Ini adalah sebuah pernyataan, sebuah strategi kebudayaan yang cerdas untuk membawa seni tradisi keluar dari sanggar-sanggar dan balai desa, untuk kemudian diperkenalkan secara lebih luas di salah satu titik paling strategis di Yogyakarta.
Pentas Selasa Wagen edisi Agustus 2025 ini menampilkan keragaman seni yang luar biasa dari berbagai kabupaten dan kota di DIY. Dari tarian yang menceritakan filosofi persatuan, kearifan dalam menghadapi judi, hingga tarian sakral sebagai ungkapan syukur panen. Setiap penampil membawa identitas unik dari kalurahan mereka, menjadikan malam itu sebuah mozaik kebudayaan DIY yang kaya warna dan sarat makna. Suasana semakin meriah saat para penonton turut bertepuk tangan dan sesekali bersorak mengapresiasi setiap gerakan dan alunan musik yang ditampilkan. Ini adalah bukti nyata bahwa seni tradisi memiliki daya pikat yang kuat ketika diberi ruang dan panggung yang representatif.
Strategi Tiga Pilar: Pelestarian, Pembinaan, dan Sinergi Ekonomi
Di balik kemeriahan panggung Selasa Wagen, terdapat sebuah strategi kebudayaan yang terstruktur dan visioner. Acara ini berdiri di atas tiga pilar utama: pelestarian warisan budaya, pembinaan berkelanjutan bagi para pelaku seni, dan sinergi mutualistis dengan sektor ekonomi dan pariwisata.
Pilar pertama, pelestarian, menjadi ruh dari acara ini. "Ini sebagai sarana untuk memfasilitasi sekaligus pelestarian dari seni budaya di DIY," ujar Agus Suwarto, S.Sos., Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Lembaga Budaya. Panggung ini memberikan kesempatan bagi kesenian, adat istiadat, hingga kuliner khas dari setiap kalurahan budaya untuk ditampilkan dan dikenalkan kepada khalayak luas.
Pilar kedua adalah pembinaan. Aris Eko Nugroho, S.P., M.Si., Kepala Paniradya Kaistimewan, menekankan bahwa panggung ini adalah muara dari proses yang panjang. "Kita berharap bahwa mereka tidak sekadar hanya kemudian ada pola pembinaan, tapi bagaimana kemudian mereka diberikan kesempatan untuk tampil di suatu tempat," jelasnya. Kesempatan tampil di lokasi strategis seperti Malioboro menjadi validasi dan motivasi terbesar bagi para seniman di tingkat akar rumput untuk terus berlatih, berkarya, dan melakukan regenerasi.
Pilar ketiga, sinergi ekonomi, diwujudkan melalui pemilihan lokasi di Teras Malioboro 1. Ir. Srie Nurkyatsiwi, M.M.A, Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY, menjelaskan pemilihan ini sebagai langkah strategis. "Selain [menjaga seni budaya], Pemda DIY juga mengenalkan terhadap sebuah tempat yang ini juga baru, di Teras Malioboro, yang ini wisata belanjanya Jogja," katanya. Kehadiran pentas seni terbukti menjadi magnet yang menarik keramaian, menciptakan atmosfer yang lebih hidup, dan pada akhirnya memberikan dampak positif bagi para pelaku UMKM di sekitarnya. "Selain seni budaya bisa maju, kemudian juga dari sisi UMKM juga bisa dikenal masyarakat," tambah Agus Suwarto.
Ketiga pilar ini bekerja secara simultan, menjadikan Selasa Wagen lebih dari sekadar acara seremonial. Ia adalah sebuah ekosistem kebudayaan yang hidup, di mana seni tidak hanya dilestarikan, tetapi juga dikembangkan dan diberdayakan untuk memberikan manfaat yang lebih luas bagi kesejahteraan masyarakat.
Panggung Sleman: Energi Muda dalam Harmoni Budaya dan Religi
Kabupaten Sleman mengirimkan perwakilan dengan energi yang memukau, menampilkan kekayaan tradisi yang dibalut dalam semangat kontemporer dan nilai-nilai luhur.
Kalurahan Budaya Trimulyo mempersembahkan sebuah karya tari berjudul “TRI HITA”. Tarian ini memiliki makna filosofis yang dalam, karena Kalurahan Trimulyo merupakan gabungan dari tiga kalurahan lama: Polowidi, Pambregan, dan Kepitu. Sesuai dengan slogan mereka, “Trimulyo Unggul Makmur Berbudaya”, tarian ini menggambarkan sekelompok remaja putri yang berlatih menari dengan penuh kegembiraan, kelincahan, keanggunan, dan semangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Penampilan mereka menjadi cerminan dari persatuan dan harapan masa depan kalurahan tersebut.
Tak kalah memukau, Kelompok Tari Badui Bintang Muda Rejodadi dari Kapanewon Turi menampilkan “Tari Badui – Harmoni dalam Laku Budaya”. Tarian ini secara indah menggambarkan perjalanan batin masyarakat Rejodadi yang hidup sederhana, teguh menjaga adat, sambil semangat mengamalkan ajaran Islam. Gerak tari yang dinamis dan iringan tabuhan yang menyatu dengan lantunan Islami menjadi simbol perjumpaan dua nilai yang saling melengkapi. Penampilan mereka adalah sebuah pernyataan bahwa di Indonesia, adat, agama, dan budaya dapat hidup berdampingan dengan damai.
Potensi Unggulan Sleman: Di luar panggung, kalurahan-kalurahan ini menyimpan kekayaan luar biasa. Trimulyo, misalnya, terkenal dengan potensi kesenian Jathilan dan Kethoprak , serta kerajinan Batik Pewarna Alam dan kuliner unik seperti Gudeg Salak dan Sego Pondoh.
Panggung Kulon Progo: Kearifan Lokal Menjawab Zaman
Dari ujung barat DIY, Kabupaten Kulon Progo menampilkan dua garapan tari dengan narasi kuat yang berakar dari sejarah dan kearifan sosial masyarakatnya.
Kalurahan Budaya Hargomulyo dari Kapanewon Kokap, mempersembahkan karya gagah bertajuk "LAKUNING ANGGUK LANANG". Tarian ini menampilkan Tari Angguk Lanang, sebuah kesenian tradisional yang diperkirakan muncul sekitar tahun 1900-an, terinspirasi dari pesta dansa tentara dan opsir Belanda. Ditarikan oleh penari laki-laki, tarian ini merupakan ungkapan rasa syukur atas panen padi yang melimpah, mencerminkan nilai kebersamaan, kegembiraan, dan rasa syukur. Garapan yang ditampilkan malam itu secara khusus mencerminkan pasang surut perjalanan kesenian Angguk Lanang di Hargomulyo.
Sementara itu, Kalurahan Giripeni menyajikan sebuah pertunjukan dengan pesan moral yang kuat melalui "JATHILAN JAGO". Kesenian ini lahir dari sebuah keprihatinan terhadap populernya permainan tarung jago (sabung ayam) yang seringkali menjadi ajang judi terselubung. Jathilan Jago diciptakan sebagai terobosan untuk mengalihkan para muda-mudi dari kegiatan negatif tersebut. Terbukti, kemunculan kesenian ini berhasil menurunkan minat masyarakat pada tarung jago dan kini menjadi salah satu kesenian unggulan Kalurahan Giripeni.
Potensi Unggulan Kulon Progo: Kulon Progo kaya akan potensi seni dan kuliner. Giripeni memiliki kesenian Angguk dan Krumpyung , kerajinan Jemparingan (panahan tradisional) , dan kuliner khas seperti Dawet Kelor dan Peyek Payung. Hargomulyo sendiri menjadikan Angguk Lanang sebagai identitas budayanya.
Panggung Gunungkidul: Sajian Sakral dari Jantung Tradisi
Kabupaten Gunungkidul, yang dikenal dengan lanskap alamnya yang eksotis, turut memamerkan kekayaan budayanya yang tak kalah mempesona, menampilkan tarian-tarian yang berakar kuat pada ritual adat dan upacara syukur.
Dari Kapanewon Gedangsari, Rintisan Kalurahan Mandiri Budaya Ngalang menyajikan sebuah drama tari megah berjudul “SESAJI HANCALA”. Pertunjukan ini mengangkat ide cerita dari Upacara Adat Nyadran Gunung Genthong, salah satu upacara yang masih dilestarikan oleh masyarakat Ngalang. Tarian ini merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus ungkapan rasa syukur atas panen yang melimpah dan keberkahan lainnya, dibawakan dengan gerak yang khidmat dan teatrikal.
Selanjutnya, Kalurahan Budaya Tambakromo dari Kapanewon Ponjong menampilkan Tari Tayub Tambakromo. Tari Tayub ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan bagian tak terpisahkan dari upacara Bersih Dusun Tukluk. Tarian ini memiliki kaitan erat dengan ritual dan kepercayaan masyarakat terhadap sumber mata air Sendhang Milodo. Melibatkan penari perempuan yang disebut "ledhek" dan penari laki-laki, tarian ini menjadi wujud pelestarian tradisi turun-temurun sekaligus identitas budaya Tambakromo.
Potensi Unggulan Gunungkidul: Kekayaan Gunungkidul tidak berhenti di panggung. Tambakromo dikenal dengan potensi kerajinan Seroja Wiji Batik dan aneka kerajinan bambu , serta kuliner unggulan seperti Kicikan dan Sego Tiwul. Ngalang, sebagai rintisan kalurahan mandiri budaya, terus menggali dan melestarikan upacara adatnya sebagai daya tarik utama.
Panggung Bantul & Kota Yogyakarta: Renungan dan Pesan Kebinekaan
Perwakilan dari Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta membawa penonton pada sebuah perjalanan kontemplatif, merenungi masa lalu yang damai sekaligus merayakan keberagaman masa kini.
Kalurahan Selopamioro dari Kapanewon Imogiri, Bantul, menyentuh hati penonton dengan pertunjukan Gejog Lesung & Tari bertajuk “LESUNG MERENUNG”. Karya ini mengajak penonton untuk kembali ke masa lalu yang sarat kedamaian namun penuh keterbatasan. Suara "thek glog" dari lesung yang berpadu dengan tarian menggambarkan kebiasaan bergotong-royong, menanam, dan menumbuk padi dengan penuh keikhlasan. Pertunjukan ini ditutup dengan sebuah pertanyaan reflektif: "Akankah kita dapat merasakan kembali di tengah gemerlapnya Jogja yang sudah berkemajuan?".
Dari jantung Kota Yogyakarta, Kelurahan Cokrodiningratan dari Kemantren Jetis, menampilkan karya berjudul “KLUWUNG”. "Kluwung" yang berarti pelangi, menjadi simbol dari pesan utama tarian ini. Sinopsisnya menegaskan bahwa keberagaman bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, melainkan untuk dirayakan dan dihargai. Dengan memahami perbedaan, kita dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis, toleran, dan damai. Penampilan mereka menjadi oase penyejuk yang relevan dengan kehidupan urban yang heterogen.
Potensi Unggulan Bantul & Kota Yogyakarta: Selopamioro memiliki segudang potensi, mulai dari kesenian Wayang Kulit , kerajinan Batik Selokaton , kuliner Gudeg Manggar , hingga wisata Rafting Kali Oya. Cokrodiningratan unggul dalam upacara adat seperti Merti Kali Code , kesenian Srandul dan Barongsai , kerajinan Warangka Keris , serta kuliner legendaris Tongseng Bulus.
Panggilan Terbuka dari Jantung Budaya Yogyakarta
Pentas Seni Selasa Wagen 5 Agustus 2025 telah usai, namun gema dan semangatnya masih terasa kuat. Acara ini berhasil melampaui fungsinya sebagai sekadar tontonan; ia telah menjadi ruang perjumpaan, apresiasi, dan edukasi budaya yang efektif di tengah-tengah ruang publik yang dinamis.
Kesan mendalam dirasakan oleh para penonton. Niken, seorang warga yang turut menyaksikan, mengungkapkan kekagumannya. "Kesan pesannya tentu saja senang ya, Kak, karena di sini sangat ramai," ujarnya. "Saya melihat kebudayaan dari Jogja, tentunya saya sangat kagum dan merasa istimewa karena bisa menyaksikan kebudayaan dari daerah-daerah di sekitar Yogyakarta." Pernyataan ini menjadi cerminan keberhasilan acara dalam menyentuh hati dan menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya lokal.
Bagi para seniman, panggung ini adalah sebuah kehormatan. Pengalaman tampil di Malioboro, berinteraksi dengan penonton yang antusias, dan berbagi panggung dengan sesama penggiat seni dari seluruh DIY menjadi suntikan semangat yang tak ternilai untuk terus berkarya dan melestarikan tradisi di daerah masing-masing.
Selasa Wagen di Teras Malioboro telah menetapkan sebuah standar baru, menjadi model sukses bagaimana kebudayaan dapat diintegrasikan secara harmonis ke dalam denyut nadi kota modern. Ia adalah bukti bahwa investasi pada kebudayaan adalah investasi pada jiwa dan identitas sebuah daerah, yang pada gilirannya akan memberikan dampak positif pada pariwisata, ekonomi, dan kohesi sosial.
Panggilan terbuka kini menggema, sebuah undangan tulus dari para pemangku kepentingan untuk seluruh masyarakat. "Ayo terus berkunjung di Teras Malioboro, hadir setiap Selasa Wage. Ada sebuah gelaran yang sangat luar biasa, mengenal terhadap budaya-budaya Yogyakarta yang hadir," ajakan Srie Nurkyatsiwi.
Undangan ini adalah ajakan untuk menjadi bagian dari sebuah gerakan kebudayaan. Dengan hadir dan mengapresiasi, kita turut serta dalam menjaga api kebudayaan Yogyakarta agar terus menyala terang, memastikan warisan adiluhung ini terus hidup, relevan, dan menjadi inspirasi bagi generasi kini dan nanti. (Dwi Agus)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...