by ifid|| 03 September 2025 || || 81 kali
Yogyakarta - Kebudayaan adalah sebuah "geliat" atau gerakan yang hidup dan terus bergerak. Di tengah gempuran modernisasi dan perkembangan teknologi, tugas untuk melestarikan budaya tidak hanya berhenti pada ritual atau tradisi, tetapi juga bagaimana menjadikannya relevan dan sesuai dengan zaman. Inilah pesan utama yang diusung dalam sebuah lokakarya budaya yang diadakan di Yogyakarta, yang menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, mulai dari perwakilan pemerintah, pegiat budaya, hingga praktisi media.
Bapak Cahyo Widayat, S.H., M.Si., mewakili Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, menekankan bahwa "geliat kebudayaan" harus terus bergerak, berinovasi, dan tidak hanya bergantung pada dukungan dana dari pemerintah. "Harapannya, geliat kebudayaan tidak bergantung dengan danais," ujarnya. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus menjaga dan melestarikan budaya, bahkan tanpa adanya bantuan finansial. Kolaborasi antar generasi dan antar komunitas menjadi kunci untuk memastikan nilai-nilai budaya tetap hidup.
Pemaparan materi kemudian dilanjutkan oleh Demas Kursiswanto, Anggota DPRD Komisi D Bidang Kebudayaan. Ia mengupas tuntas tentang hubungan antara adat, tradisi, dan budaya. Menurutnya, adat adalah kebiasaan nenek moyang yang turun-temurun menjadi tradisi, dan tradisi itu sendiri membentuk budaya. Wayang, misalnya, tidak hanya berfungsi sebagai tontonan hiburan, tetapi juga sebagai sarana pendidikan. Demas berharap, melalui lokakarya ini, potensi adat, budaya, dan tradisi bisa digali lebih dalam, bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai tuntunan hidup.
Diskusi menjadi lebih hidup ketika sesi tanya jawab dibuka. Seorang peserta bernama Sherly dari UNY mempertanyakan bagaimana teknologi bisa bersinergi dengan budaya tanpa mendisrupsi pakem-pakem yang ada. Demas menjawab bahwa melestarikan budaya di era teknologi membutuhkan keselarasan antara pikiran dan hati. Ia menekankan pentingnya "rasa" dalam menikmati proses pelestarian budaya.
Pertanyaan menarik lainnya datang dari Nashrul, seorang peserta dari Lamongan, Jawa Timur. Ia menanyakan bagaimana mengemas tradisi wayang purwa agar menarik bagi generasi Gen-Z. Demas sepakat bahwa wayang yang terlalu kaku atau "pakem" mungkin kurang diminati. Oleh karena itu, perlu adanya kreasi kontemporer yang tidak menghilangkan esensi, tetapi menyajikan pertunjukan yang lebih relevan dan menarik bagi audiens muda.
Isu tentang mistisisme juga muncul dari pertanyaan Endar. Ia bertanya apakah unsur mistis dalam budaya menjadi penghambat bagi pemuda. Demas menanggapi bahwa mistis tidak seharusnya menjadi penghambat. Ia kembali menekankan bahwa bagi orang Jawa, yang terpenting adalah "rasa" dan keyakinan. Ketika terlalu mengandalkan akal, "rasa" itu justru bisa hilang.
Narasumber kedua, Aji Wartono, seorang pegiat budaya dan penggagas Ngayogjazz, memberikan perspektif tentang sinergi antara budaya tradisional dan kontemporer di Yogyakarta. Ia memaparkan perbedaan mendasar dari kedua budaya tersebut, mulai dari sumber otoritas, cara pewarisan, kecepatan perubahan, hingga jangkauannya.
Menurut Aji, budaya tradisional seperti wayang, tari klasik, atau batik, bersumber dari leluhur dan diwariskan secara lisan. Sementara itu, budaya kontemporer seperti musik modern, festival, atau gaya hidup, bersumber dari media, influencer, dan algoritma. Karakter unik budaya modern di Yogyakarta, lanjut Aji, adalah adanya Globalisasi, yaitu perpaduan antara unsur global dan lokal. Contohnya adalah lirik lagu indie berbahasa Jawa atau motif batik pada desain streetwear.
Sinergi antara kedua budaya ini, kata Aji, bisa saling menguatkan. Festival seperti Ngayogjazz, misalnya, menjadi ajang di mana budaya tradisional dan modern bertemu dan berkolaborasi. Ketika ditanya bagaimana Ngayogjazz memperkuat budaya di desa, Aji menjelaskan bahwa acara tersebut sengaja memilih desa sebagai lokasi untuk mengangkat potensi budaya lokal dan memberikan panggung bagi sejarah serta tradisi yang ada di sana.
Materi terakhir disampaikan oleh Bambang Jati Asmoro, Redaktur Majalah Mata Budaya, yang membagikan tips menulis Feature News. Ia menjelaskan bahwa feature news adalah berita yang menekankan kedalaman cerita dan tidak terlalu terikat pada struktur 5W1H. Karakteristiknya menyentuh sisi kemanusiaan, bersifat naratif, dan memiliki suasana yang kuat.
Menurut Bambang, kunci dari feature news adalah menemukan sudut pandang yang unik, membangun alur cerita yang menarik, dan menggunakan bahasa yang hidup. Ia juga memberikan tips wawancara, seperti melakukan riset mendalam, menciptakan suasana nyaman, dan menjadi pendengar yang aktif. Ia menegaskan, "Jangan hanya menulis fakta, tapi ceritakan."
Pada akhirnya, lokakarya ini berhasil menyajikan pemahaman bahwa melestarikan budaya adalah sebuah proses dinamis yang membutuhkan kolaborasi, kreativitas, dan kesadaran dari semua pihak. Dengan pendekatan yang tepat, warisan budaya dapat terus hidup, tidak hanya di masa lalu, tetapi juga di masa depan.(ifit/Azka)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...