by ifid|| 10 September 2025 || || 82 kali
Selasa, 9 September 2025, matahari sore menyinari Teras Malioboro dengan kehangatan yang berbeda. Pukul 15.30 WIB, di Teras Malioboro Beskalan, sebuah panggung seni telah disiapkan, bukan untuk hingar-bingar, melainkan untuk sebuah perayaan yang khidmat dan bermakna. Pentas Selasa Wage MEMETRI digelar. Sebuah acara yang tidak hanya menampilkan keindahan gerak dan nada, tetapi juga menjadi wadah untuk merawat persaudaraan, memperkuat nilai-nilai luhur, dan meneguhkan kembali identitas budaya. Ini adalah kisah tentang bagaimana tradisi dari desa-desa di DIY menyentuh hati kota, membuktikan bahwa warisan budaya adalah milik bersama yang patut dijaga dan
Panggilan untuk Kembali ke Akar, Upaya Pelestarian dan Fasilitasi Budaya
Gelaran Pentas Seni Selasa Wage ini bukan hanya sekadar hiburan, melainkan bagian dari upaya pelestarian budaya dan menjadi salah satu bentuk fasilitasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah DIY. Tujuannya adalah agar kalurahan budaya bisa menampilkan potensi seni yang selama ini telah mereka kembangkan di wilayahnya masing-masing.
Penyelenggaraan Selasa Wagen di bulan September 2025 ini merupakan gelaran yang ke-4 di tahun 2025 dan diikuti oleh 10 kalurahan/kelurahan budaya dari empat kabupaten, yaitu:
Gema Heroik dari Reog dan Ketoprak
"MANDHALA WIRA" dari Kalurahan Petir, Gunungkidul
Pentas dibuka dengan penuh semangat oleh penampilan Reog Among Putra dengan judul "MANDHALA WIRA". Dentuman kendang dan alunan bendhe mengiringi para prajurit yang tampil gagah, melatih diri dengan disiplin, ketegasan, dan kekompakan. Gerakan dan formasi yang mereka tampilkan merupakan cerminan sikap ksatria: siap membela kebenaran, menjaga kehormatan, dan setia pada tanah air. Pertunjukan ini berhasil menyampaikan pesan luhur bahwa kepahlawanan lahir dari latihan yang sungguh-sungguh dan jiwa yang kuat.
“RUMENTAHING PAJANG ING PRAMBANAN” dari Kalurahan Madurejo, Sleman
Selanjutnya, giliran Ketoprak Milenial / Ketoprak Ringkes dari Kalurahan Madurejo, Sleman. Pementasan ini mengadaptasi buku Babad Dipanegara yang bersejarah. Kisahnya menceritakan runtuhnya Kerajaan Pajang akibat konflik internal dan munculnya kekuatan baru dari Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati. Drama ini menjadi pertanda awal terkikisnya kuasa Pajang dan lahirnya Mataram Islam.
Tari Penuh Makna dari Bantul dan Sleman
"Nara Thungtheng" dari Kalurahan Jatimulyo, Bantul
Pentas dilanjutkan dengan tarian kerakyatan "Nara Thungtheng" dari Kalurahan Jatimulyo. Nama tarian ini terinspirasi dari makna nama Jatimulyo, yaitu "Sejatining Kamulyan" atau kemuliaan sejati. Penari tampil dengan kostum dan riasan dominan hitam, yang melambangkan kekuatan, disiplin, dan kemandirian. Tarian ini merupakan adaptasi dari tari kerakyatan yang biasa disebut Wewe Dangsah oleh penduduk setempat.
"Lung Gadung" dari Kelurahan Sukoharjo, Sleman
Kelurahan Sukoharjo menampilkan tari "Lung Gadung", yang terinspirasi dari pohon gadung yang subur di daerah tersebut dan diolah menjadi keripik gadung. Gerakan tarian yang lembut merepresentasikan pohon gadung yang tertiup angin, sementara kostum dan properti memiliki makna simbolis: kain kuning melambangkan harapan dan kesejahteraan, sedangkan kostum cokelat melambangkan kesuburan tanah serta kekuatan akar budaya masyarakat.
“Memetri” sebagai Perwujudan Kebersamaan
Gelaran Pentas Seni Selasa Wage ini dibuka dengan sambutan yang penuh makna dari Dian Lakshmi Pratiwi, S.S., M.A., Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY. Ia menyatakan bahwa acara ini terselenggara dalam kondisi sehat dan merupakan agenda rutin bulanan yang memasuki putaran keempat di tahun 2025.
"Tema kegiatan Selasa Wagen di bulan September 2025 adalah MEMETRI. Dengan tema ini harapannya kesenian yang ada di masing-masing kalurahan lebih berkembang dan dapat dinikmati serta menjadi hiburan yang menarik bagi warga masyarakat," ungkapnya.
Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa tema ini dipilih karena "nilai-nilai tradisi dan juga adat istiadat yang ternyata mampu mengeksplorasi diri diterjemahkan dalam bentuk kebersamaan, keguyuban, kesederhanaan, dan semua kebersamaan yang kita tampilkan pada sore hari ini."
Kekuatan Jathilan, Inovasi Angguk, dan Simfoni Alam
Panggung juga diramaikan oleh pertunjukan lain yang tak kalah memukau. Jathilan Klasik “Seto Wiromo” dari Kalurahan Mulyodadi, Bantul, menggambarkan latihan prajurit Wiratamtama, sedangkan Garapan Tari “WARNGGUJATI” dari Kalurahan Banjarharjo, Kulon Progo, menyajikan hibridisasi dari Jathilan, Angguk, dan Warok. Tak ketinggalan, Tari Tledhek dari Kalurahan Kaliagung dan "Simfoni Rinding Hutan Wonosadi" dari Kalurahan Beji Gunungkidul yang menyoroti solidaritas dan harmoni dengan alam.
Ucapan Terima Kasih dan Pesan untuk Pelaku Seni
Dian tidak lupa menyampaikan apresiasi dan terima kasih. "Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak kalurahan, pengurus kalurahan budaya, pendamping budaya, dan tim monitoring yang sudah mendampingi dari proses persiapan di kalurahan sampai dengan penampilan pada hari ini."
Ia juga memberikan pesan inspiratif kepada para seniman. "Bagi pelaku seni yang tampil semoga ini menjadi pengalaman yang berharga yang dapat bermanfaat untuk bisa menjadi lebih maju lagi ke depannya, tetap berlatih dan tetap semangat."
Makna di Balik sebuah Pentas Lebih dari Sekadar Hiburan
Pentas Seni Kalurahan Budaya DIY Memetri telah sukses membuktikan bahwa seni dan budaya rakyat memiliki tempat yang penting di tengah modernisasi. Ini adalah sebuah acara yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mengedukasi. Acara ini berhasil menciptakan ruang di mana penonton, baik tua maupun muda, bisa kembali merasakan kedekatan dengan akar budaya mereka. Ini adalah wujud nyata bahwa suasana hangat dan meriah dapat tercipta dari kesederhanaan, dari nilai-nilai kebersamaan yang tulus. Pentas ini menjadi pengingat kolektif bahwa warisan budaya adalah milik kita semua yang patut dijaga dan diwariskan dengan penuh rasa syukur.
Kekayaan Tak Terlihat dan Akhir yang Menggetarkan Hati
Selain seni pertunjukan, setiap kalurahan juga memiliki potensi luar biasa lainnya. Kalurahan Banjarharjo, misalnya, memiliki sekitar 35 kelompok seni dan produk unggulan seperti Slondok, durian, dan abon lele. Kalurahan Mulyodadi memiliki kerajinan Batik Gayam dan tas dari plastik bekas serta kuliner seperti Bakpia Gayam. Sementara itu, Kalurahan Sumberrejo mengembangkan wisata edukasi "Kampung Bambu", kerajinan bambu, dan kuliner jamu instan.
Mengukir Masa Depan dari Tradisi
Pentas seni telah berakhir, namun gema dari setiap lantunan tembang, getaran gamelan, dan gerakan tarian masih terasa. Pentas Selasa Wage MEMETRI telah mengukir kenangan indah di hati setiap orang yang hadir. Acara ini adalah sebuah janji bahwa budaya DIY akan terus hidup, terus dirawat, dan terus menginspirasi generasi yang akan datang. (Dwi Agus W)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...