by ifid|| 14 September 2025 || || 192 kali
Yogyakarta - Di tengah hiruk pikuk Jalan Malioboro, ada melodi yang berbeda. Bukan suara klakson atau tawar-menawar pedagang, melainkan alunan musik gamelan yang mengiringi gerakan lincah dan gagah dari ratusan pesilat. Pencak Malioboro Festival, yang kini memasuki tahun ke-8, kembali membuktikan diri sebagai panggung besar untuk seni bela diri tradisional Indonesia. Acara nonstop selama enam jam ini bukan sekadar pertunjukan, tetapi sebuah perayaan budaya yang mengikat tali persaudaraan dari berbagai penjuru negeri, bahkan hingga mancanegara.
Berlangsung di jantung Kota Yogyakarta, festival ini berhasil menyatukan puluhan perguruan silat dengan gaya dan filosofi yang beragam. Dari gerakan cepat nan mematikan hingga tarian yang penuh makna, setiap penampilan adalah cerminan kekayaan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Komitmen Kebudayaan
Acara dibuka dengan laporan kegiatan yang disampaikan oleh Cahyo Widayat, Sekretaris Dinas Kebudayaan DIY. Dalam laporannya, ia menggarisbawahi pentingnya dukungan pemerintah daerah dalam melestarikan dan mengembangkan seni tradisional.
"Pencak Malioboro Festival adalah salah satu wujud nyata dari komitmen Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjaga identitas budaya kita," ujar Cahyo. "Festival ini bukan hanya merayakan pencak silat sebagai seni bela diri, tetapi juga sebagai sarana edukasi, pembentukan karakter, dan perekat sosial."
Ia juga memaparkan data partisipasi festival yang terus meningkat setiap tahunnya, menunjukkan antusiasme yang luar biasa dari masyarakat dan perguruan silat. Dengan kolaborasi antara Dinas Kebudayaan, Paniradya Keistimewaan, dan berbagai komunitas seperti Paseduluran Angkringan Silat, festival ini diharapkan akan terus menjadi agenda tahunan yang meriah dan bermakna. Laporan ini juga menyinggung tentang berbagai lomba dan kegiatan pendukung yang dirancang untuk melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga para seniman senior.
Pencak Silat: Jati Diri Bangsa yang Mendunia
Sambutan dari Wakil Gubernur DIY yang berhalangan hadir dibacakan oleh Dian Lakshmi Pratiwi, Kepala Dinas Kebudayaan DIY. Sambutan tersebut menyoroti peran strategis pencak silat sebagai bagian dari jati diri bangsa yang perlu terus diperjuangkan.
"Pencak silat adalah cerminan dari filosofi hidup kita: kuat tanpa harus mendominasi, lembut tanpa harus lemah," demikian isi sambutan tersebut. "Di tengah arus globalisasi, seni bela diri ini menjadi jangkar yang kokoh untuk menjaga nilai-nilai luhur dan kearifan lokal."
Lebih lanjut, di sampaikan pula bahwa pencak silat telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda, dan ini merupakan kebanggaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui festival-festival seperti ini, Yogyakarta berperan aktif dalam mempopulerkan kembali pencak silat di kancah domestik dan internasional. Sambutan ini juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, akademisi, dan praktisi budaya untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan pencak silat.
Mengakar di Angkringan, Menjulang di Malioboro
Kisah Pencak Malioboro Festival bermula dari sebuah komunitas sederhana, Paseduluran Angkringan Silat. Komunitas ini, yang awalnya hanya sekumpulan pegiat silat yang berkumpul di angkringan, memiliki mimpi untuk membawa pencak silat lebih dekat dengan masyarakat. Mimpi itu kini menjadi kenyataan. Dengan dukungan dari Paniradya Keistimewaan dan Dinas Kebudayaan DIY, festival ini tumbuh menjadi salah satu acara seni budaya paling dinanti.
"Pencak silat bukan hanya tentang berkelahi. Ini adalah identitas kita," ujar salah satu inisiator acara. "Kami ingin menunjukkan kepada dunia bahwa pencak silat adalah seni yang hidup, dinamis, dan relevan di era modern."
Festival ini juga menjadi ajang regenerasi. Di tengah dominasi hiburan digital, acara ini berhasil menarik minat generasi muda. Mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku yang aktif melestarikan tradisi leluhur.
Dari Sabang Sampai Merauke, Berkumpul di Satu Panggung
Pencak Malioboro Festival adalah miniatur Bhinneka Tunggal Ika. Lebih dari 50 perguruan silat dari berbagai daerah tampil memukau, masing-masing membawa keunikan gerak dan tradisi. Beberapa di antaranya yang mencuri perhatian adalah:
Setiap grup hanya diberi waktu lima menit untuk tampil, namun itu sudah cukup untuk meninggalkan kesan mendalam. Gerakan-gerakan yang terstruktur, ekspresi wajah yang penuh semangat, dan energi yang luar biasa membuat penonton terpaku di tempatnya.
Silat Mendunia, Kembali ke Akar Budaya
Tak hanya dari Indonesia, Pencak Malioboro Festival tahun ini juga kedatangan tamu istimewa dari luar negeri. Kehadiran mereka membuktikan bahwa pencak silat kini telah menjadi olahraga dan seni bela diri yang diakui secara global.
Partisipasi internasional ini tidak hanya menambah semarak acara, tetapi juga menjadi jembatan diplomasi budaya. Pertukaran pengetahuan dan teknik antar perguruan silat dari berbagai negara memperkaya khazanah pencak silat itu sendiri.
Dari Mewarnai Hingga Koreografi: Menumbuhkan Kecintaan Sejak Dini
Selain pertunjukan, festival ini juga menjadi ajang kompetisi yang mengasah bakat dan kreativitas. Salah satu yang paling menarik adalah upacara penghargaan untuk Lomba Mewarnai Pencak Silat untuk anak-anak dan Kompetisi Koreografi Pencak Silat.
Lomba mewarnai, yang diikuti oleh ratusan anak, menjadi cara efektif untuk menanamkan kecintaan pada pencak silat sejak usia dini. Di sisi lain, kompetisi koreografi mendorong para seniman untuk berinovasi dan menciptakan gerakan baru yang tetap berakar pada tradisi. Pemenang kompetisi, grup Sakera dari Madura, berhasil memukau juri dengan koreografi yang artistik dan penuh makna, membuktikan bahwa pencak silat dapat menjadi bentuk seni yang kontemporer.
Merajut Masa Depan Silat di Tanah Budaya
Malam beranjak, namun semangat di Malioboro tidak surut. Meskipun pertunjukan enam jam telah usai, festival ini belum berakhir. Esoknya, ribuan pesilat akan berkumpul kembali untuk Parade Festival Pencak Malioboro, sebuah demonstrasi besar yang akan membanjiri jalanan Jogja dengan lautan pesilat.
Pencak Malioboro Festival bukan hanya acara tahunan, melainkan sebuah gerakan. Gerakan untuk melestarikan, menghidupkan, dan memperkenalkan pencak silat sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa. Harapannya, festival ini akan terus menjadi inspirasi, merajut tali persaudaraan, dan memastikan bahwa seni bela diri luhur ini akan terus hidup, diwariskan dari generasi ke generasi, dari angkringan hingga panggung dunia. (Isti Nur R)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...