by ifid|| 25 September 2025 || || 132 kali
BANTUL - Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, warisan adiluhung wayang kembali menemukan panggungnya. Jogja International Heritage Festival (JIHF) 2025 yang digelar di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada 24-25 September 2025 menjadi saksi bisu bagaimana seni pertunjukan klasik ini berinteraksi dengan realitas modern. Mengusung tema "Wayang dalam Bayang Dunia Serba Layar", festival ini bukan sekadar tontonan, melainkan ruang perjumpaan budaya yang mempertemukan seniman, akademisi, dan masyarakat dari berbagai latar belakang.
Dibuka dengan seremonial sederhana namun penuh makna di Halaman Gedung Sendratasik ISI Yogyakarta, JIHF 2025 menegaskan komitmen Pemda DIY dalam menjaga, mengembangkan, dan mengaktualisasikan nilai-nilai wayang. Kehadiran dalang lintas generasi dan negara menjadi bukti nyata bahwa wayang adalah medium universal yang mampu melintasi batas geografis, bahasa, dan budaya.
Sejak lama, wayang telah diakui UNESCO sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Namun, bagi Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Hukum dan Pemerintahan, Sukamto, pengakuan tersebut tidak lantas menjadikan wayang sebagai artefak masa lalu. "Wayang adalah wewayanging ngaurip, gambaran tentang diri kita, tentang cahaya dan bayangan," ujarnya, membacakan sambutan Sekretaris Daerah DIY. "Di balik kelir, kita menyaksikan drama kehidupan: ada kebaikan dan keburukan, peperangan dan perdamaian, cinta dan pengkhianatan."
Filosofi ini, menurut Sukamto, adalah inti dari wayang. Ia tak hanya memberikan tontonan, tetapi juga tuntunan dan tatanan. Dalam konteks pendidikan karakter, wayang mengajarkan nilai integritas, kerja sama, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan. Nilai-nilai ini, lanjutnya, sangat relevan untuk membekali generasi muda menghadapi dinamika kehidupan modern.
Melampaui Kelir, Masuk ke Layar
Perkembangan teknologi digital seringkali dipandang sebagai ancaman bagi tradisi lisan. Namun, JIHF 2025 justru melihatnya sebagai peluang. "Wayang kini hadir tidak hanya di panggung konvensional, tetapi juga di ruang-ruang virtual yang melintasi batas geografis," ungkap Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi.
Pemilihan tema "Wayang dalam Bayang Dunia Serba Layar" adalah respons cerdas atas fenomena ini. Wayang tak lagi terbatas pada panggung desa, tetapi telah merambah layar ponsel dan ruang virtual. Hal ini menjadi bukti daya lenting budaya wayang dalam menjawab tantangan global, menunjukkan bahwa tradisi tidak harus statis, melainkan dapat beradaptasi dan bertransformasi.
Salah satu inovasi yang paling menonjol adalah pertunjukan Wayang Daring Internasional. Dalang dari Thailand, China, dan Jepang turut memeriahkan festival, membawakan tafsir baru atas kisah-kisah klasik Jawa. Wayang telah menjadi jembatan budaya, memfasilitasi dialog kreatif dan negosiasi identitas di tengah arus globalisasi.
Ini bukan pertama kalinya wayang diuji zaman. Sejak awal kemunculannya, wayang selalu bertransformasi. Dari bahan dasar hingga bentuk pertunjukan, wayang terus berinovasi tanpa kehilangan esensinya. JIHF 2025 mengajak publik untuk membaca ulang wayang, baik dari sisi estetik, etika, kultural, maupun filosofis. Festival ini adalah pengingat bahwa warisan budaya adalah entitas hidup yang terus bergerak dan berevolusi.
Parade Ratusan Dalang dan Keberagaman Nusantara
JIHF 2025 menghadirkan agenda istimewa yang menjadi daya tarik utama: Pagelaran 100 Dalang Maneka Wayang Satus Dalang. Pertunjukan kolosal ini mempertemukan dalang-dalang senior dan dalang-dalang muda dalam satu panggung, merayakan kekayaan seni pedalangan Nusantara.
Di atas panggung yang sama, beragam bentuk wayang tampil memukau. Ada Wayang Babad, Wayang Reog Ponorogo, Wayang Calung Banyumas, Wayang Republik, Wayang Gedhog Pakualaman, hingga Wayang Rakyat. Kehadiran 100 dalang ini tidak hanya menampilkan keahlian individual, tetapi juga menunjukkan keragaman budaya Indonesia yang terwujud dalam seni pertunjukan.
Selain pagelaran, festival ini juga dirancang sebagai wadah edukasi dan penjaringan bakat. Lomba Penulisan bertema "Wayang Menjawab Tantangan Global" mengajak para penulis muda untuk menggali relevansi wayang di era kini. Sementara itu, Lomba Menggambar dan Mewarnai Wayang menyentuh langsung generasi termuda, menumbuhkan kecintaan dan apresiasi mereka terhadap warisan budaya bangsa sejak dini.
Dian Lakshmi Pratiwi berharap, melalui JIHF, apresiasi terhadap wayang tidak hanya tumbuh di kalangan dewasa, tetapi juga merasuk ke dalam jiwa anak-anak dan remaja. "Festival ini adalah investasi budaya untuk masa depan," katanya. "Dengan menanamkan kecintaan pada wayang sejak dini, kita memastikan bahwa warisan ini akan terus hidup dan berkembang."
Dari Bantul, Wayang Menuju Dunia
Pelaksanaan JIHF 2025 diawali dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Dinas Kebudayaan DIY dengan ISI Yogyakarta. Seremoni pembukaan festival ditandai dengan pemotongan tumpeng, pemukulan kenong, dan penyerahan Kayon kepada dalang asal Singapura, Ki Jan Mrasek. Simbolisme ini menegaskan bahwa kolaborasi adalah kunci dalam melestarikan budaya.
Kehadiran tamu undangan dari berbagai instansi, mulai dari Wakil Rektor Bidang I ISI Yogyakarta, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten/Kota se-DIY, hingga Ketua PEPADI DIY, menunjukkan dukungan penuh dari berbagai pihak terhadap upaya pelestarian wayang. Sinergi antara pemerintah, akademisi, seniman, dan komunitas menjadi fondasi kuat yang memungkinkan festival seperti JIHF dapat terselenggara dengan sukses.
JIHF bukan hanya acara tahunan, melainkan platform yang terus berevolusi. Selama lebih dari tujuh tahun, festival ini telah mengangkat dua tema besar, wayang dan keris, secara bergantian. Keberlanjutan ini menunjukkan konsistensi Pemda DIY dalam mempromosikan warisan budaya sebagai aset strategis.
Sebagai penutup, Sukamto menegaskan kembali, "Wayang adalah medium tak lekang oleh waktu." Dari kelir hingga layar, wayang terus membimbing, menginspirasi, dan mengingatkan kita pada nilai-nilai luhur yang menjadi cermin kehidupan. JIHF 2025 adalah perayaan atas ketahanan dan relevansi wayang, sebuah seni pertunjukan yang tak hanya hidup di panggung, tetapi juga di hati setiap insan. Dengan demikian, dari Bantul, wayang kembali melangkah, membawa pesona budayanya ke panggung dunia.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...