FKY 2025: Adoh Ratu, Cedhak Watu – Merayakan Daya Hidup Adat di Jantung Gunungkidul

by ifid|| 06 Oktober 2025 || || 178 kali

...

Yogyakarta, 4 Oktober 2025 – Geliat kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta kembali memusat, kali ini menunjuk Kabupaten Gunungkidul sebagai panggung utama. Setelah sukses menjelajahi tema "pangan" di Kulon Progo (2023) dan "benda" di Bantul (2024), Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2025 memasuki tahun ketiga peta jalan lima tahunan dengan mengangkat tema besar “adat istiadat”.

Festival akbar ini dijadwalkan berlangsung dari 11 hingga 18 Oktober 2025, bertempat di Lapangan Logandeng, Plembon Kidul, Kalurahan Logandeng, Kapanewon Playen, Gunungkidul. Lokasi ini dipilih bukan tanpa alasan, melainkan untuk menegaskan posisi Gunungkidul sebagai “tuan rumah” yang secara intrinsik memiliki resonansi kuat dengan tema yang diusung.

Dian Lakshmi Pratiwi, SS. M.A., Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, menegaskan bahwa FKY tengah menjalani rebranding sebagai forum kebudayaan yang merayakan semua objek kebudayaan kepada seluruh stakeholder. “Tahun ini adalah tahun ketiga dari rebranding. Ini sesuai dengan roadmap yang setiap tahunnya berpindah dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya,” jelasnya. Perpindahan lokasi ini sekaligus menjadi strategi untuk mengeksplorasi kekhasan kebudayaan di tiap wilayah.

 

Gunungkidul dan Adat yang Sulit Dipisahkan

Mengapa “adat istiadat” menemukan rumahnya di Gunungkidul? Teks menyebutkan, Gunungkidul dan “adat istiadat” adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Wilayah ini kaya akan tradisi dan praktik yang bekerja secara organik, tumbuh bersama sejarah, diwariskan antar-generasi, dan melekat dalam interaksi sosial sehari-hari. Ekosistem Gunungkidul dianggap mampu merespons, menyaring, dan mengolah setiap perjumpaan di persimpangan lalu lintas kebudayaan.

FKY 2025 bukan sekadar perayaan, melainkan sebuah fasilitasi ruang pertemuan dan pertukaran bagi ragam subjek, konteks, dan nilai, menjadikannya momentum penting untuk melihat kedalaman tradisi di wilayah handayani ini.

 

Memahami Etos Adoh Ratu, Cedhak Watu

Tema inti yang diangkat dalam FKY 2025 adalah “Adoh Ratu, Cedhak Watu”. Secara literal, frasa ini berarti “jauh dari raja/pemimpin, dekat dengan batu”. Frasa ini tidak hanya menjadi tagline, tetapi sebuah cerminan filosofis dari etos kebudayaan masyarakat Gunungkidul yang khas.

Dr. Koes Yuliadi, M.Hum, Perwakilan Steering Committee FKY, menjelaskan bahwa tema ini adalah reaktualisasi dari adat istiadat setempat. “Tema ini menjadi konsep yang luar biasa ketika ingin menguatkan identitas masyarakat,” ujarnya. Ia mencontohkan, tema ini tertuang dalam hubungan Tri Hita Karana versi lokal: hubungan manusia dengan manusia, alam, dan Tuhan, bahkan terwujud dalam adat istiadat yang mengatur hubungan manusia dengan ternak.

Adoh Ratu, Cedhak Watu merepresentasikan kemandirian dan solidaritas. B. M. Anggana, Ketua FKY 2025, yang memimpin proses memperdalam tema sejak Mei 2025, menambahkan bahwa tema ini menjadi semangat di masyarakat. “Pada hari ini tema tersebut menjadi satu statement yang kuat dalam konteks sosial politik hari ini mengenai kemandirian dan solidaritas yang utuh sehingga menjadi representasi kedaulatan rakyat.”

Tema ini hendak memaknai adat istiadat sebagai daya hidup dan daur hidup masyarakat, menyoroti kemandirian komunitas yang secara historis jauh dari pusat kekuasaan (keraton) namun dekat dengan tantangan alam (batu/tanah karst).

 

Pawai Rajakaya: Pembukaan dengan Semangat Komunitas

Festival yang menandai tahun ke-35 pelaksanaannya ini akan dibuka pada 11 Oktober 2025 di Lapangan Logandeng dengan sebuah prosesi yang sarat makna dan lokalitas: Pawai Rajakaya.

Pawai ini unik, menampilkan arak-arakan kambing ternak (rajakaya) yang menjadi simbol kekayaan dan kehidupan masyarakat agraris. Prosesi ini juga akan diikuti oleh bregada sebagai prajurit identitas khas Yogyakarta, barisan pembawa ubo rampe gumbregan (sesaji perlengkapan hajatan), serta pasukan panji desa yang berasal dari Kompetisi Panji Desa. Pembukaan ini diharapkan mampu menarik antusiasme masyarakat sekaligus memberikan statement kuat tentang kemandirian ekonomi berbasis tradisi.

 

Ragam Program, Satu Semangat: Menghidupkan Adat Istiadat

FKY 2025 hadir dengan berbagai program yang terperinci dan terstruktur, semuanya dirancang untuk merepresentasikan semangat Adoh Ratu, Cedhak Watu. Program-program ini tidak hanya bersifat pagelaran, tetapi juga melibatkan proses riset, edukasi, dan partisipasi aktif.

Berikut adalah program utama FKY 2025:

Kompetisi FKY Panji Desa, Rajakaya, Jurnalisme Warga Ajang adu kreasi yang memperkuat identitas lokal, mulai dari simbol desa hingga narasi warga. Jelajah BudayaTelusur Tutur, Lokakarya, Sandiswara Proses pembelajaran dan eksplorasi narasi tradisi lisan, praktik, dan kekayaan budaya setempat. Pameran & Pasar Gelaran Olah Rupa, Pasaraya Adat “Ruwang Berdaya ”Ruang pamer seni visual dan pasar yang menampilkan produk berbasis tradisi dan adat istiadat. Kuliner Adat Pawon Hajat Khasiat Ruang eksperimental kuliner yang berangkat dari adat istiadat, kekayaan bahan lokal Gunungkidul, dan praktik pangan tradisional. Diskusi & Forum FKY Rembug (Wicara, Siniar, Wedangan) Forum dialog, diskusi santai, dan podcast untuk merefleksikan dan mendiskusikan adat istiadat dalam konteks kekinian. Aktivitas Fisik FKY Bugar Program yang melibatkan aspek kesehatan dan kebugaran, mungkin melibatkan olahraga tradisional atau praktik komunal. Panggung FKY Panggung Pertunjukan Seni Panggung utama untuk pagelaran seni tradisi dan kontemporer.

 

Kolaborasi Setara dan Akar Komunitas

Salah satu kunci sukses pelaksanaan FKY 2025 adalah kolaborasi setara yang terjalin antara panitia pelaksana, pelaku budaya/seniman, dan komunitas lokal Gunungkidul. Keterlibatan ini meliputi karang taruna, PERWOSI, bahkan 18 Kapanewon di Gunungkidul.

Program pre-event Telusur Tutur, yang telah berlangsung sejak 26 September hingga 4 Oktober 2025, misalnya, melibatkan karang taruna dan komunitas penghayat kepercayaan. Mereka bekerja sama menggali dan mendokumentasikan narasi lokal.

Demikian pula dengan Pawon Hajat Khasiat. Program kuliner ini hadir sebagai ruang eksperimental pangan yang berkolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat: karang taruna, kelompok ibu-ibu, petani, hingga penggerak pangan desa. Konsepnya berangkat dari adat istiadat dan kekayaan bahan lokal Gunungkidul. Kolaborasi semacam ini memastikan bahwa festival tidak hanya menjadi tontonan, tetapi juga gerakan budaya yang berakar kuat pada partisipasi masyarakat lokal.

 

FKY Rembug: Ruang Refleksi Kedaulatan Rakyat

Melalui format FKY Rembug – dengan sub-program Wicara (diskusi formal), Siniar (podcast), dan Wedangan (diskusi santai) – festival menyediakan ruang refleksi kritis. Dalam konteks Adoh Ratu, Cedhak Watu, forum-forum ini menjadi penting untuk mendiskusikan bagaimana adat istiadat dapat dipertahankan dan diaktualisasikan sebagai representasi kedaulatan rakyat dan kemandirian komunitas di tengah dinamika sosial-politik yang ada.

Pembahasan tidak hanya terbatas pada praktik masa lalu, tetapi juga menyentuh bagaimana nilai-nilai tradisional seperti gotong royong dan solidaritas dapat menjadi solusi terhadap tantangan kontemporer, dari isu lingkungan hingga ketahanan pangan.

 

Informasi Akses dan Agenda

Seluruh program FKY 2025, yang digelar pada 11-18 Oktober 2025 di Lapangan Logandeng, terbuka untuk umum dan gratis. Para pengunjung dan pegiat budaya diajak untuk berpartisipasi aktif, tidak hanya sebagai penonton, tetapi juga sebagai subjek budaya yang merayakan daya hidup kolektif.

Untuk mendapatkan agenda harian yang lengkap dan detail, masyarakat dapat mengakses informasi melalui media sosial resmi @infofky dan laman daring FKY di fky.id.

Dengan mengangkat Adoh Ratu, Cedhak Watu, FKY 2025 di Gunungkidul tidak hanya merayakan warisan masa lalu, tetapi menempatkan adat istiadat sebagai daya hidup yang menopang masa kini dan menjamin kedaulatan komunitas di masa depan. Festival ini adalah undangan untuk kembali ke akar, menemukan kekuatan di tengah keragaman tradisi.

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...


...
Limbah Industri: Jenis, Bahaya dan Pengelolaan Limbah

by museum || 18 September 2023

Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2025

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta