FKY 2025: Menggali Makna Jauh dari Pusat, Dekat dengan Akar

by ifid|| 13 Oktober 2025 || || 70 kali

...

Gunungkidul, DIY – Langit biru cerah menyambut ribuan pasang mata yang memadati Lapangan Desa Logandeng, Playen, Gunungkidul, pada Sabtu, 11 Oktober 2025. Riuh rendah obrolan dan tawa bersahutan, mengiringi kemeriahan Pawai Rajakaya yang menjadi penanda resmi dibukanya Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2025. Tahun ini, FKY kembali ke akar tradisi, berpusat di Gunungkidul dengan mengangkat tema “Adoh Ratu, Cedhak Watu.”

Tema yang secara harfiah berarti "jauh dari raja/pemimpin, dekat dengan batu" ini bukan sekadar rangkaian kata. Dalam sambutannya, Ni Made Dwipanti Indrayanti, Sekretaris Daerah DIY, yang mewakili Gubernur, menjelaskan bahwa tema ini adalah cerminan dari etos masyarakat Gunungkidul yang tangguh.

“Jarak fisik ini justru memberi kesempatan untuk mengolah daya, membangun kemandirian, dan melahirkan kebudayaan yang berakar kuat namun lentur menghadapi zaman,” ujar Ni Made. Ia menekankan bahwa kebudayaan adalah jembatan yang menghubungkan rakyat dengan kekuasaan, pusat dengan pinggiran, dan yang mengatur dengan yang diatur.

Mengurai Makna “Adoh Ratu, Cedhak Watu”

Makna mendalam dari tema FKY 2025 juga disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi. Ia menjelaskan bahwa “Adoh Ratu bukan berarti menjauh dari kekuasaan, melainkan sebuah pernyataan kemandirian: bahwa masyarakat mampu berdiri di atas kaki sendiri, menata hidup dengan gotong royong dan solidaritas.”

Sementara itu, “Cedhak Watu menegaskan kedekatan manusia dengan tanah, dengan alam, dengan sejarah yang membentuk jati diri. Dari hubungan inilah lahir kebijaksanaan lokal—cara hidup yang sederhana tapi penuh makna, yang mengajarkan keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.”

Dian juga menegaskan bahwa FKY 2025 bukan sekadar festival, tetapi “ruang belajar dan perjumpaan antar pengetahuan.” Melalui berbagai program seperti Pawai Rajakaya, Pasaraya Adat, hingga Rembug FKY, tradisi terus tumbuh menjadi sumber nilai, inspirasi, dan inovasi. FKY juga membuka ruang bagi generasi muda, agar mereka dapat membaca ulang adat dengan bahasa mereka sendiri, menjadikannya relevan dan berdaya.

Menghadapi Tantangan dengan Akar Tradisi

Di tengah semangat perayaan ini, Dian Lakshmi Pratiwi juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi DIY saat ini. Gelombang globalisasi yang cepat, perpecahan sosial akibat polarisasi, dan isu kesejahteraan yang masih perlu ditingkatkan menjadi persoalan nyata.

Dalam situasi seperti ini, adat dan tradisi menjadi “jangkar moral yang penting—pengingat bahwa masyarakat Yogyakarta dibangun di atas nilai rukun, tepa selira, lan gotong royong.” Kebudayaan, lanjutnya, adalah benteng dan jembatan; menjaga yang lama tetap hidup, sambil membuka diri pada pembaruan yang bermanfaat bagi semua.

Ia juga menegaskan komitmen Dinas Kebudayaan untuk terus memelihara dan mengembangkan adat tradisi. “Kami meyakini bahwa adat dan tradisi bukanlah aktivitas masa lalu yang usang, melainkan modal sosial dan spiritual yang membentuk daya hidup masyarakat di masa depan.”

Pawai Rajakaya: Perayaan Manusia dan Alam

Sejak siang, warga dari berbagai penjuru telah berkumpul. Anak-anak hingga orang dewasa bersemangat menyaksikan Pawai Rajakaya yang dilepas oleh Padmodo Anggoro Prasetyo, Kepala Bidang Adat Tradisi, Lembaga Budaya, dan Seni Dinas Kebudayaan DIY. Pawai ini berangkat dari Pasar Ternak Siyono, diiringi irama langkah 5 sapi dan 31 kambing yang dihias dengan "ubo rampe" dan "kupat gantung."

Berakar dari upacara adat Gumbregan, pawai ini bukan sekadar arak-arakan hewan. Ia adalah simbol agraris yang merefleksikan harmoni antara manusia, hewan, dan alam. Dimeriahkan oleh berbagai kelompok seni, pawai ini menunjukkan bagaimana tradisi tetap hidup dan berdenyut di tengah perhelatan modern. Kotingen dari empat kabupaten dan satu kota di DIY, bahkan dari Pesisir Barat, Lampung, turut memeriahkan pawai.

Tradisi Gumbregan: Simbol Syukur dan Kehidupan

Rangkaian pembukaan diawali dengan prosesi sakral Gumbregan, sebuah tradisi doa dan syukur masyarakat agraris. Di sini, para tamu undangan memberikan makan sapi dan menuangkan air ke kendi, sebuah simbolis yang menandai dimulainya festival secara resmi. Setelah itu, para peserta pawai mempersembahkan Ritus Gerak “Swasti Wijang,” sebuah doa artistik yang menyatukan manusia, hewan, dan alam semesta.

Menurut Sri Suhartanta, Sekda Kabupaten Gunungkidul, FKY adalah ruang untuk menjaga agar nilai-nilai luhur tetap hidup. “Kebudayaan bukan barang usang yang ditinggal di museum, melainkan ruh kehidupan yang harus kita hidupkan, adaptasi, dan jadikan kekuatan,” tuturnya. Ia percaya bahwa kebudayaan adalah sumber inspirasi, kreativitas, dan ketahanan bangsa.

Menjelajahi Kekayaan Budaya Gunungkidul

FKY 2025 berlangsung selama seminggu, dari 11 hingga 18 Oktober 2025. Selain Lapangan Desa Logandeng, beberapa lokasi pendukung di Gunungkidul juga menjadi saksi berbagai program menarik. Pengunjung bisa menikmati Pameran: Gelaran Olah Rupa, yang telah dibuka sejak 10 Oktober.

Selain itu, FKY juga menawarkan beragam acara lain, seperti FKY Bugar, Panggung FKY, Pasaraya Adat Ruwang Berdaya, Pawon Hajat Khasiat, dan FKY Rembug. Berbagai kompetisi, seperti Panji Desa, Rajakaya, dan Jurnalisme Warga, juga menjadi ajang kreasi dan apresiasi bagi para peserta.

Seluruh program FKY 2025 terbuka untuk umum. Bagi Anda yang ingin menikmati kekayaan budaya dan menyaksikan langsung daya lenting masyarakat Gunungkidul, informasi lengkap mengenai jadwal harian dapat diakses melalui media sosial @infofky dan website resmi FKY. FKY 2025 bukan sekadar festival, tetapi sebuah perjalanan kembali ke akar, menemukan kemandirian, dan merayakan kehidupan.

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...


...
Limbah Industri: Jenis, Bahaya dan Pengelolaan Limbah

by museum || 18 September 2023

Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2025

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta